Sekelompok besar mahasiswa diminta melakukan satu aktivitas dalam kelompok kecil berjumlah sepuluh orang. Mereka dibebaskan untuk memilih teman sekelompoknya dan bebas pula untuk memberi nama kelompoknya. Lalu mereka berkumpul berdasarkan kelompok dan melakukan aktivitas kelompok.
Aktivitas yang diminta sederhana, yaitu menyaksikan pemutaran sebuah video sekitar lima menit dan lalu mendiskusikan apa moral cerita dari video itu, serta menuliskannya di selembar kertas. Video yang diputar adalah video mencekam, menyedihkan sekaligus inspiratif, diambil dari youtube, berjudul Gopher-Broke.
Memperhatikan apa yang terjadi sepanjang aktivitas itu, mulai dari proses pembentukan kelompok, diskusi kelompok sampai dengan pemaparan hasil kelompok, kita akan melihat beberapa hal yang menarik.
IQ atau EQ?
[caption caption="Kelas Inspirasi 1N3B"][/caption]
Saat diminta membuat kelompok bebas, apa yang menjadi alasan utama mereka mencari teman sekelompok? Apakah mereka berkelompok dengan teman yang pintar? Apakah mereka mencari teman yang bisa disuruh-suruh? Atau dengan si konyol yang membuat rame? Maukah mereka mengambil teman yang terkenal malas dan tidak punya semangat berkontribusi?
Ternyata, alasan utama pemilihan anggota kelompok tidaklah melulu berdasarkan pencarian teman berotak cerdas. Itu bahkan tidak menjadi kriteria utama. Mereka cenderung mendasarkan pencarian kepada teman dekat atau teman yang dikenal. “Teman dekat atau teman yang dikenal” mengarah kepada chemistry, ikatan pengertian, pemahaman akan kemampuan masing-masing. Dalam dialog, mereka menyebutnya dengan istilah “bisa bekerja sama”. Penulis menafsirkan itu adalah salah satu bagian dari kecerdasan emosi.
Kenyataan kerja kelompok ini sejatinya seirama dengan kenyataan dunia kerja. Mereka yang berhasil dalam dunia kerja atau bisnis tidak melulu mereka yang berotak cerdas, melainkan mereka yang bisa menggabungkan antara kecerdasan pikiran dan kecerdasan emosi. Mereka memahami apa yang harus dilakukan, memahami kemampuan dan potensi diri dan memahami sekeliling sebagai bagian tidak terpisah dari sebuah tim dalam pekerjaan atau bisnis. Itulah mengapa pada masa kini, keberhasilan tes masuk bekerja tidak lagi mendasarkan kepada hasil prestasi akademik, melainkan kepada hasil tes wawancara dalam melihat kemampuan emosi dan kepribadian atau attitude.
Speak Up - Aktif
[caption caption="Diskusi mahasiswa"]
Membentuk sebuah kelompok kecil ternyata tidaklah mudah bagi sebagian orang. Beberapa mahasiswa terlihat “gentayangan”, karena belum memiliki kelompok. Bisa jadi karena kelompok yang dia “inginkan” sudah memenuhi kuota, bisa jadi pula karena “tidak ada yang menginginkannya”, dan bisa jadi pula karena “kirain kamu sudah punya kelompok”.
Padahal ada beberapa kelompok yang masih kurang anggotanya. Di sini terlihat bahwa mereka yang terlalu diam, pasif, nrimo, pasrah cenderung mendapati masalah seperti ini. Bahkan bisa jadi kepasifan itulah justru yang menjadikan dia tidak diinginkan oleh beberapa kelompok. Di sinilah pentingnya Speak Up – bicara.
Dalam dunia kerja, adalah hal penting untung berbicara. Bicara berarti mengutarakan apa yang dipikirkan. Bicara juga bisa memperlihatkan apa potensi diri. Dengan bicara, akan terlihat tipe seseorang, apakah akan bertindak cenderung sebagai pengikut (follower) atau menjadi pemimpin (leader). Dan di beberapa sisi, bicara pun bisa mempermudah peningkatan karir. Bagaimana atasan akan tahu kemampuan kita dan mempromosikan kita jika kita tidak pernah berbicara untuk mengemukakan ide dan pikiran kita sehingga atasan tahu kemampuan diri kita.
Pemrakarsa untuk Kesuksesan
[caption caption="Diskusi anak SD di Mataso"]
Setelah kelompok terbentuk dan aktivitas dimulai, apa yang dilakukan? Sebagian kelompok terlihat langsung sibuk, namun sebagian kelompok lainnya anteng-anteng (atau bengong-bengong) saja, bahkan sampai dalam waktu cukup lama. Apa yang membedakan hal ini?
Itulah adanya seorang berjiwa pemrakarsa di dalam kelompok. Initiator.
Di sebagian besar kelompok yang terlihat langsung sibuk, kita akan menemukan satu atau beberapa orang yang tanpa sadar langsung mengemukakan gagasan. Gagasan yang diusung sangat mendasar yang bisa jadi berupa pertanyaan-pertanyaan: “siapa nih yang memimpin kelompok?”, “siapa yang menjadi penulis atau notulen?”, “siapa yang nanti membacakan hasil?”.
Orang (atau orang-orang) seperti ini bertindak sebagai initiator – pemrakarsa, sehingga aktivitas bisa langsung dimulai tanpa ditunda. Tanpa initiator, maka bisa diprediksi sebuah aktivitas kelompok akan berjalan tersendat. Yang terjadi adalah kebengongan, dan orang cenderung menunggu orang lain yang memulai. Itu berarti satu penggal waktu – yang bisa jadi akan menentukan – akan hilang begitu saja.
Seorang pemrakarsa dalam sebuah kerja kelompok sudah mencerminkan sebuah kepemimpinan dan tanggung jawab. Dalam dunia kerja, orang yang memiliki sikap pemrakarsa akan bermasa depan cerah, karena dia bisa menempatkan sebuah prioritas sebuah aktivitas.
Can do attitude
[caption caption="Diskusi kelompok mahasiswa"]
Terkadang, dengan seorang initiator yang memulai langkah pun belum tentu membuat aktivitas berjalan lancar. Ada kalanya tidak banyak yang mau menjadi seorang ketua kelompok. Banyak alasan untuk menolak menjadi seorang ketua. Di sisi ini seseorang yang menawarkan diri sebagai ketua kelompok atau posisi-posisi yang lain adalah seseorang yang patut diacungi jempol. Tindakan mereka bisa memperlancar aktivitas untuk mempercepat meraih hasil. Itulah sikap yang diistilahkan memiliki can do attitude – sikap siap melakukan apa pun yang terbaik bagi kelompok.
Can do attitude sangat bagus diterapkan dalam pekerjaan. Sikap ini diartikan bahwa seseorang tidak melulu melakukan sesuatu pekerjaan yang sesuai bidang atau scope pekerjaannya. Orang seperti ini akan membawa banyak hal-hal segar berupa inisiatif-inisiatif yang baru dan berbeda. Dan dalam banyak hal, sesuatu seperti ini akan sangat menunjang kepada performa yang baik.
Partisipatif
Dan juga yang tak kalah menarik dalam kerja kelompok adalah bagaimana anggota berpartisipasi. Ada yang berkelompok, ada yang ngobrol, ada yang aktif, ada yang diam dan ada yang manut. Kadang kerja kelompok dipraktekkan sebagai satu orang bekerja, yang lain berkelompok. Atau kerja sama dipraktekkan sebagai satu orang bekerja, yang lain cuman bersama-sama. Keberhasilan mencapai tujuan dalam kelompok dengan baik akan sangat ditunjang oleh partisipasi aktif para anggotanya. Debat hangat antara anggota kelompok sejatinya adalah cerminan munculnya partisipasi dari anggotanya.
Dalam dunia pekerjaan, partisipasi kita akan menentukan arah posisi kita.
Dari observasi seperti itu, penulis melihat bahwa sebuah aktivitas sederhana seperti kerja kelompok sebenarnya adalah wadah yang nyata bagi mahasiswa untuk mempersiapkan diri menghadapi kenyataan hidup selanjutnya berupa kehidupan pekerjaan.
Leadership skill penting, karenanya, berorganisasilah, baik skala besar atau kecil
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H