Menutup perjalanan, penulis nikmati suguhan foto-foto yang terpampang di dinding posko / penginapan. Satu foto yang amat dan sangat menarik perhatian adalah foto jalan tanah warna merah retak-retak. Itu adalah foto Danau Sentarum yang sama. Iya. Danau Sentarum difoto di lain waktu. Iya, difoto di saat musim kemarau di mana air danau sebegitu luas akhirnya hilang menciptakan danau yang kering. Itulah Danau Sentarum. Salah satu Wet Land di dunia. Danau yang hanya penuh berisi air hanya sepuluh bulan dalam setahun. Dua bulan dalam setahun, air danau menyusut, karena semua persediaan airnya tersedot balik ke Sungai Kapuas ... untuk memberi hidup masyarakat Kapuas. Jadi, air danau itu tidak hilang begitu saja, tidak hilang karena menguap, tetapi alam memberi keseimbangan.
Dari foto ini, penulis lalu berpikir dan kemudian dikonfirmasikan bahwa pohon-pohon "perdu"yang penulis lewati saat datang menggunakan speed boat, sejatinya adalah pucuk-pucuk dari puncak pohon yang tinggi. Ya, kedalaman danau itu identik dengan ketinggian pohon yang ada. Masya Allah.
Kondisi seperti itu menjelaskan kebingungan penulis saat datang ketika mendapatkan papan seperti ini" "Melayani: Carter speed ke danau Sentarum. Ojek -mobil dan motor". Dan inilah titik awal dan titik kami kembali dari Bukit Tekenang. Ini adalah Kampung Baru, Lanjak, Kecamatan Batang Lupar, Putussibau.
Dan inilah aku.... si traveller amatir itu. Ya, kalo mudaan dikit eh kalo kecilnya mah mirip lah sama Diego, temannya Dora the Explorer.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!