Rifki Feriandi, no 28
Sobat,
Masih ingatkah aku?
Hm.. Kiranya aku sudah kau campakkan. Karena beda pandangan, bukan?
Entahlah ke mana sisa-sisa persahabatan kita dulu. Hanya gara-gara aku pilih nomor dua dan kau nomor satu. Padahal itu kan saatnya pemilu. Kau nyinyiri segala langkah pilihanku. Padahal dia sekarang juga pemimpinmu. Mau tidak mau. Kau salahkan aku yang berandil atas 'kekacauan' itu. Dan kau umbar berita ini dan itu, sampai kubertanya 'mana kekritisanmu menyaring berita seperti dulu?'.
Hingga lalu kuputuskan menjadi diam.
Ah, mimpiku sekarang hanya ingin kita seperti dulu lagi. Ya, kita. Kau. Dan aku. Bercanda tawa. Bahagia. Juga berdiskusi hangat gembira. Hangat. Sehangat sambutan tanganmu tiap saat kita bertemu. Diiringi senyum cerah, dan jabat tangan erat. Juga sapa akrab ramah, meski beda pendapat. Bahkan jika kita nyaris berada di dua kutub berbeda. Tanpa jarak, tanpa sekat, tanpa curiga, tiada syak wasangka. Bersatu meski berbeda.
Ah, sobat. Agaknya mimpiku hanyalah mimpi. Jika kau minta aku dan kamu menjadi satu. Bukannya menjadi bersatu. Itu adalah mimpi.
Aku, sobatmu yang diam untuk bersatu itu
Reza
NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H