Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tips Agar Anak Kecil Tidak Hilang di Shoping Mall

18 Mei 2012   04:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:09 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Maaaaaa.....mamaaaaaa', suara anak kecil itu nyaring terdengar, nyaris berteriak. Wajah yang lucu dan imut khas batita sehat terawat itu tersaput rasa takut teramat sangat. Dengan rambut sedikit pirang ikal di ujung, sekilas bisa ditebak jika anak itu supel, berani, cenderung nakal. Butir-butir air mata mulai menetes dari matanya yang berkaca-kaca.

Itulah biasanya yang kita temui pada anak kecil yang kehilangan orang tuanya di tengah keramaian. Kehilangan yang gampangnya disebabkan lepasnya si anak dari genggaman atau pandangan orang tua atau pengasuhnya. Kehilangan yang amat ditakuti orang tua (tentunya yang masih memiliki perasaan mencintai anak) di tengah maraknya penculikan, pengambilan organ tubuh dan penjualan anak.

Lalu apa yang harus dilakukan? Ada banyak cara sih, termasuk sedikit yang bisa saya sharing dari pengamatan saya terhadap si bungsu yang tidak bisa diam selama berada di salah satu shopping mall.

1. Jangan lepas dari pandangan

Tips yang sepertinya tidak bermutu ini (halah, orang lain juga tahu atuh)sebenanya adalah langkah yang paling jitu mencegah kehilangan anak. Iya sih, langkah ini cukup berat dilakukan, di tengah asiknya kita dimanjakan barang-barang yang ingin dibeli. Tapi, apakah mau ditukar kebahagiaan memiliki anak dengan menderitanya hilang anak? So, berkorbanlah Son.

Idealnya, ke mana pun anak pergi kita genggam tangannya. Bukankah dengan menggenggam kita beri keamanan, kenyamanan dan kehangatan cinta lewat sebuah sentuhan? Namun, jika anak kita tidak bisa diam dan selalu bergerak aktif, maka kita bisa lakukan apa yang para bule lakukan: berikan tali panjang diranselkan, sehingga anak masih bisa bebas bergerak meski masih tersambung dengan orang tua - meski konsekuensiinya orang pada melihatnya dengan bergumam 'teganya, pake tali kayak anjing saja'.

Jika hal itu tidak berhasil, maka ikatlah anak itu dengan mata kita. Perhatikan anak itu ke mana pun dia pergi. Jangan lengah sedetik pun. Dengan pandangan melekat seperti itu, anak kita mendapatkan kebebasan untuk bergerak, mengeksplorasi lingkungan sekeliling, dan mendapatkan kebahagiaan melihat sesuatu yang baru, tanpa dibatasi sebuah sekat yang terlihat.

'Lha, kalo gitu kapan belanjanya?'

Ya, shopppingnya jangan sendirian dong. Kasian amat belanja ke shopping mall sambil bawa anak tapi sendirian. Tega benar pasangannya. Ajaklah pasangan kita, atau adik-kakak kita, atau teman kita. Bukankah dengan mengajak istri atau suami itu cermin sebuah kebersamaan? Bukankah jika istri belanja dan suami mengawasi anak itu juga cermin berbagi tanggung jawab? Bukankah pula jika usai belanja suami dan istri berjalan berpegangan tangan menguntit batita lucu yang berjalan ke sana ke mari adalah sebuah romantisme? Lalu, jika banyak manfaatnya seperti itu, lakukanlah. Dan nikmatilah kebahagiaan keluarga yang disebabkan karena menghindari anak hilang. Bahagia two in one: anak gembira, istri bahagia, dan kita menjadi bangga.

2. Jongkoklah dan tebarkan pandangan ke sekeliling

Pada beberapa saat ketika anak kita lepas dari pandangan, biasanya ada kepanikan muncul, baik panik tingkat wajar atau panik tingkat tinggi. Refleks kita saat itu adalah melepaskan pandangan ke segala arah, menyisir area-area yang terlihat. Jika kecemasan semakin melanda, kita biasanya mulai berlari atau berjalan cepat ke beberapa arah. Setelah beberapa saat, eh kita temui anak kita ternyata berdiri tidak jauh dari tempat asal kita berada dengan mulut lucunya ketawa-ketiwi kegirangan melihat ayahnya lari-lari mencari dirinya yang merasa sedang main petak umpet. Nah, apa yang terjadi?

Dari penelitian dan pengamataan serta pemikiran saya dari beberapa menit 'kehilangan' anakku, saya berkesimpulan bahwa ternyata kita refleks melepaskan pandangan pada saat mencari itu pada level mata orang dewasa, sementara anak batita kita tingginya tidak lebih dari ketinggian udel kita kan? Karenanya, jika anak kita tidak terlihat di daerah sekeliling kita, kita cenderung melepaskan pandangan ke jarak yang lebih jauh. Padahal saya pikir ada baiknya kita coba jongkok dan lepaskan pandangan di level setinggi anak kita. Dan karena rak gantungan baju pun tingginya melebihi tinggi anak batita, jika perlu kepala kita pun harus lebih rendah sehingga sepertinya akan menempel dengan lantai. Dengan begitu kita bisa nyeletuk 'tuh kan, ketahuan kakinya', sambil lalu mendekati anak kita dengan ber-ciluk-ba.

3. Sibakkan gantungan baju-baju

Jika usaha itu tidak memperlihatkan hasil, cobalah kita sibak-sibakkan baju-baju di gantungan, termasuk sibakkan baju-baju antara gantungan baju yang satu dengan gantungan baju lainnya yang berdekatan. Anak-anak batita, seperti juga si bungsuku, sangat menyenangi berada di tempat-tempat seperti itu. Dia merasakan mendapati sebuah tempat persembunyian yang hebat dan nyaman.

4. Jika langkah di atas juga tidak berhasil, lakukanlah prosedur standar: jangan panik, beritahu satpam atau petugas mall untuk melihat-lihat jika ada orang dewasa membawa anak yang mencurigakan, dan lalu meminta bantuan petugas lain untuk bersama-sama melakukan pencarian lagi. Jangan lupa juga berdoa.

Lalu, jika anak kita sudah ketemu, peluklah dia, ciumlah dia, dekaplah dia. Jangan siram dia dengan emosi, dimarahi atau sekedar diceramahi. Dia masih kanak-kanak. Berilah dia kecupan dan bicaralah sebagai anak kecil 'Eeeh, anak ayah ketemu di sini'. Dan bicaralah dengan bahasanya jika kita ingin memberi sedikit nasihat.

Mudah-mudahan bermanfaat kawan.

Cag, 17 Mei 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun