Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Maaf Pak Adang. Saya bingung, heran dan kecewa.

14 Desember 2011   09:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:18 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iya Pak Adang. Semuanya berkaitan dengan Bu Nunun yang ramai diberitakan media. Saya bingung dan heran mengenai apa yang Bapak lakukan loh. Yah, mungkin cuman saya saja yang heran. Tapi bisa jadi banyak orang berpikir yang sama. Jadi mohon dimaafkan ya Pak.
Ada tiga kebingungan saya Pak:

1. Saya kok merasa yakin jika Bapak dari awal tahu di mana Bu Nunun itu berada. Pikiran awam saya bicara Bapak itu suaminya loh, masa sih Bapak tidak tahu sama sekali di mana istrinya berada. Kalau tidak tahu kan TERLALU (meminjam istilah Om Rhoma). Apalagi Bapak sering chatting untuk mengetahui kondisi ibu - sebagai suami kan ingin melihat istri dalam kondisi baik-baik. Tapi kenapa ya Pak, Bapak tidak memberi informasi itu kepada Pak Polisi ya? Di sisi ini, terus terang pak saya bingung.

2. Yang saya tahu Pak Adang itu kan polisi, malah posisi terakhir adalah Wakil Kepala kan Pak. Dan sekarang Bapak kan anggota Komisi Hukum ya? Jadi, pikiran cetek saya berkata bahwa Bapak memahami hukum jauh dari kita-kita yang awam. Tapi kenapa ya saya kok tidak melihat bantuan Bapak kepada Pak Polisi dengan menyuruh istri Bapak - yang menjadi kewajiban istri menuruti perintah suami - untuk bekerja sama memberi informasi kepada para penyidik? Kok sepertinya janggal bagi saya seorang Wakil Kepala Polisi di era sebelumnya tidak memberi dukungan kepada kepolisian sekarang. Bukankah yang Bapak lakukan sekarang malah membuat pertanyaan kemudian menjadi liar ya Pak - jangan-jangan ini, jangan-jangan itu.

3. Saya rasanya memahami bahwa Bapak harus memproteksi istri, karena istri menjadi tanggung jawab suami. Tapi kan Pak, bukankah menganjurkan Ibu pulang dan bekerja sama dengan para penyidik dari sejak awal justru akan menyelamatkan Ibu sendiri? Jika ibu sudah bekerjasama dari awal, Ibu kan tidak akan dikejar-kejar seperti maling ayam, dan menjadi "buruan" Interpol segala. Bayangkan Pak, menjadi "buruan". Padahal apa yang terjadi, akhirnya Ibu tertangkap juga dan harus mengikuti prosedur yang sama dengan jika beliau bekerjasama dari awal. Bayangkan Pak, ibu 'ditangkap'. Perkara Ibu menjadi korban konspirasi politik dan dikorbankan, tinggal kita serahkan kepada pengadilan untuk memutuskan, bukan? Bukankah itu yang selalu digaungkan kepolisian - termasuk yang Bapak pimpin dulu, percayakan kepada pengadilan. Dan jika hakim tidak berlaku adil, ada Hakim yang kekal dan mengadili seadil-adailnya - Tuhan. Sedangkan jika diadili dengan tidak adil karena peradilannya dianggap tidak bersih, bukankah itu suatu konsekuensi menjadi pejabat publik dan berpolitik Pak. Perasaan Nelson Mandela dibui 20 tahun pun dia tidak merasa bersalah karena memperjuangkan prinsip, dan dia menerima konsekuensi.

Pak Adang yang saya hormati.

Saya merasa bingung dan heran, atau kalau bisa kecewa. Namun apakah saya mempunyai hak kecewa? Entahlah. Namun saya khawatir, tindakan Bapak bukan merupakan contoh yang baik sebagai warga negara untuk taat hukum, untuk jujur dan untuk berlaku baik. Padahal itu pendapat saya Pak, seorang awam seperti kebanyakan orang. Apalagi berita-berita mengemukakan pendapat para ahli hukum dari perguruan tinggi yang sepertinya bernada sama, membuat saya bertanya: "pendapat saya tidak salah kan?"

Ah Pak Adang. Andai saja, Ibu tidak hilang, dan bisa berbicara jujur pada saat masalah ini mengemuka, permasalahan bangsa setidaknya bisa setahun setengah lebih cepat selesai. Terbayang juga berapa harga yang bisa bangsa ini selamatkan dalam bentuk tenaga para penyidik di kepolisian dan KPK, ongkos yang dikeluarkan - pengiriman penyidik ke beberapa negara, rapat-rapat dewan yang diadakan. Dan terbayang juga berapa besar konsentrasi dan emosi warga yang terselamatkan. Dan yang terpenting menurut saya adalah berapa besar rasa apatisme rakyat terhadap negara yang bisa terkurangi.

Nat King Cole bernyanyi "Que sera sera" ya Pak. Whatever will be will be. Apapun yang terjadi ya terjadilah. Mudah-mudahan Ibu berada dalam keadaan sehat kembali. Mudah-mudahan sakit lupa ibu berangsur-angsur pulih ya Pak, karena alangkah senangnya jika ibu bisa mengenali suaminya sendiri, bernostalgia saat muda dulu, ketawa mengenang masa indah pacaran atau menuntun anak sewaktu kecil. Mudah-mudahan jika ibu sudah sehat dari penyakit lupa, ibu bisa menjadi "pahlawan" setidaknya bagi diri ibu sendiri, untuk berkata sejujurnya. Ya, meski mungkin Ibu tidak suka lagu melow Endang S Taurina, tidaklah salah jika saya berharap ibu suka syair lagu ini "katakanlah...katakan sejujurnya".

Mohon maaf jika tidak berkenan Pak.

Cag, 14 Desember 2011

Eh, emang Pak Adang Dorojatun itu Kompasianer? Gak apalah, kalo tidak beliau baca pun siapa tahu ada temannya yang membaca. Kalau tidak ada berarti surat ini tidak bermakna? Ah, jangan begitu lah. Dengan surat ini, lumayan kan stress saya berkurang satu, dan mudah-mudahan berkurangnya stress beriringan dengan berkurangnya keapatisan dan membangkitkan semangat baru. Semoga saja.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun