Melanjutkan artikel saya sebelumnya, yang lumayan bisa HL meski dalam hitungan satu jam-an saja, akhirnya saya bisa juga mengambil foto pembatas beton itu, seperti terlihat di bawah ini. Mohon dimaklum jika fotonya tidak fokus karena diambil dari kamera henpon, dari jok belakang ojek yang melaju cukup kencang - tapi aman karena memakai helm yang tidak nyaman (maklum besar kepala eh kepala besar).
Setelah melihat lagi foto itu, pertanyaan lain kok jadi timbul (ini mungkin yang Pak Ketut Suweca sebut ide yang beranak pinak): 'kok gak ada indah-indahnya, gak ada seninya, istilah nginggrisnya 'plain' gitu'? Coba kita lihat foto itu lagi. Tinggi pembatas itu lebih tinggi dari mobil sedan, artinya benar-benar akan menghalangi pandangan dari jalan tol ke luar. Belum lagi lubang kecilnya pun dibuat seadanya. Tidak ada sama sekali sentuhan akhir pekerjaan beton. Praktis kita yang lewat di sana berpikiran sama, 'kok asal sih'. Ada apakah gerangan?
'Wuits. Sebentar dong. Itu masih dalam proses finishing, cuman belum sempat dikerjakan?'. Ah, kenapa sih pikiranku selalu meloncat lebih dulu dibanding jawaban yang kira-kira akan berbunyi seperti itu. Tapi, perasaan nih kondisi seperti itu sudah berjalan lebih dari seminggu setengah. Lagipula tidak terlihat pula persiapan-persiapan finishing di sekitar itu, meski saya pulang cukup larut. Jadi, apa sebenarnya maksud pagar pembatas itu? Ada apa sih? Seperti biasa, saya dipaksa untuk berpositif thinking dengan semua ini, karena positif thinking baik bagi kesehatan, bukan? Namun jangan salahkan saya jika hal-hal seperti ini, yang terjadi dalam bentuk-bentuk lain seperti pekerjaan tambal sulam untuk kabel dan galian yang tidak tertutup sempurna, menggiring saya menjadi apatis. Dan jangan pula menyalahkan saya jika apa yang saya saksikan, seperti foto di atas, telah membentuk image negatif pemerintah. Jadi, meskipun kita sudah berpikir positif nih Pak Pemerintah, tetapi image yang ditanamkan Bapak sendiri sudah negatif. Kalau sudah begini, 'Apa kata dunia'. Cag, 12 Juli 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H