Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pantatku bukanlah sekedar pantat

5 Juni 2011   13:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:50 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Disclaimer: bagi yang otaknya ngeres, dan mengharapkan kisah tujuh belas tahun ke atas, silakan kecewa ;)

Sewaktu ditanya seorang temanku dulu tentang bagian tubuh manakah yang tidak saya sukai, dengan sedikit malu saya bilang 'pantat'. Sebenarnya ada bagian tubuh lain yang saya tidak sukai, yaitu perut buncit, tapi cowok-cowok lain seusiaku ternyata bernasib sama, gagal total dalam menggapai perut six pack. Sementara pantat, sangat jarang cowok membanggakan mempunyai pantat sepertiku, yang bahkan sering menjadi bahan lelucon karena 'bahenol' untuk ukuran cowok, meskipun tidak seperti pantat cewek. Kalau ditakdirkan saya terlahir kembali, akan saya minta Tuhan memberikanku pantat yang datar seperti cowok normal lainnya.

Tapi pagi ini, saya mengucap puji syukur teramat besar kepada Allah yang telah memberiku pantat seperti ini, karena ternyata Allah tidak menciptakan sesuatu kepada manusia secara sia-sia. Meskipun manusia itu kecewa akan sebagian tubuhnya, ternyata Allah justru memberikan sesuatu kelebihan pada tubuh yang dibencinya itu.

Kisahnya terjadi pagi tadi, tatkala saya yang belakangan ini menjadi pemalas dengan aktifitas rumah tangga akibat kecapaian kerja, sedikit bersemangat untuk membetulkan pompa air di tangki air di atas, yang sepertinya terjadi masalah. Saya bukanlah seorang ahli listrik atau ahli pompa, tetapi karena saya lulusan sekolah teknik, maka sebagai tukang insinyur, saya merasa mempunyain kewajiban moral untuk bisa melakukan apapun. Engineer can do everything kan, persis seperti MacGyver. Apalagi secara tradisional bapakku memberi dogma bahwa sebagai kepala keluarga harus bisa melakukan segala sesuatu.

Pagi itu saya siapkan tangga besi, dan mulailah saya memanjat ke atap dimana tangki air berada. Saya tidak meminta bantuan siapapun untuk menjaga tangga yang saya naiki. Kepercayaan diri terhadap kualitas tangga dan kemampuan saya memanjat terlalu besar. Di titian teratas, yang notabene adalah langkah tersulit untuk pindah jejakan dari tangga ke posisi atap, insting saya berbicara untuk mencari pegangan. Dan saya peganglah sebuah genteng. Saya tidak membutuhkan sesuatu yang kokoh kan, hanya sebuah pegangan awal, karena saya jaga agar momentum tubuh tetap di atas jejakan kaki.

Namun apa mau di kata, ternyata berat tubuhku sepertinya sudah bertambah dan tidak lagi bisa ditahan tangga besi itu, dan tangga itu - yang ternyata bukan dari besi tetapi dari metal yang cukup tebal - meleot sedikit. Dan goyahlah posisi tubuhku, dan bergeserlah momentum tubuhku ke luar, sementara genteng yang dioegang otomatis tidak bisa membantu. Saat itu saya masih sadar dan berkata pada diri sendiri, 'nih, jatuh ni gue....'. Dan ....... Gubrak, gedebum, praaaak.

Sebuah kumpulan daging padat dengan berat 79kg, jatuhlah dengan bebasnya tertarik gaya gravitasi. Saya masih ingat bahwa posisi jatuhku adalah terlentang. Secara refleks, tanganku berusaha mencari pegangam, apapun yang bisa dipegang. Tapi apa daya, di sana haya ada pot gantung dua buah saja. Hanya itu. Sehingga terdengarlah bunyi 'praaak' ketika sekitar tiga buah pot hancur tertindih tubuhku, bunyi 'gurak' jatuhnya tangga besi itu dan istri dan pembantuku mendengar suara 'gedebum'. Saya resmi dinyatakan jatuh dari atap, setinggi tiga meteran, dan secara resmi pula itulah perama kalinya saya jatuh dari atap.

Dengan terkejutnya, istri, anak dan pembantuku mendatangiku dan Alhamdulillah saya masih sadar dan tanpa kesakitan, sebentar. Namun beberapa menit kemudian saya rasakan sakit dan darah mengalir di beberapa tempat, dengan luka cukup dalam di kaki kanan. Sementara itu tangan kanan saya rasakan sakit memar karena terkena benda padat. Dan kepalaku Alhamdulillah masih dilindungiNya. Lalu, beberapa saat setelah berdiri barulah saya tahu jika saya 'mendarat' dengan pantat terlebih dahulu. Ini terbukti dari bagian pantat di celanaku berlepotan tanah kebun, dan rasa sakit memar di pantat yang cukup luar biasa. (itulah mungkin kenapa saya rasakan jatuh itu seperti empuk qiqiqi). Ternyata pantatku - yang saya tidak sukai dan menjadi bahan tertawaan orang lain dulu - itulah yang menyelamatkanku.

'Ah, lebay. Begitu saja kok menyelamatkan jiwa'. Begitu mungkin ada yang bertanya. Tapi mari kita sejenak berpikir, bahwa jatuh dari ketinggian yang tidak seberapa itu sebenarnya bisa berbahaya. Tetanggaku yang sedang menyiram taman tangannya patah hanya karena menahan tubuh ketika oleh jatuh dari pembatas taman, yang notabene hanya setinggi sepuluh sentimeter. Dan teman istriku sampai menderita kelainan mata, dan menjadi rusak sehingga harus dioperasi, ketika dia terpeleset dan jatuh dengan tulang ekornya yang jatuh terlebih dahulu. Sementara kakekku meninggal di tempat setelah dia jatuh dan kepalanya membentur batu. Karenanya, terasa bahwa beruntUnglah saya mempunyai pantat dengan persedian lemak berlebih di sana. Karena saat itu, pantatku bukanlah sekedar pantat yang berfungsi untuk membantu duduk sehingga berbeda dengan primata lainnya. Pantatku ternyata menghindarkanku dari kecelakaan lebih besar. Saya harus bersyukur karena itu. Alhamdulillah.

Kawan. Bisa jadi ada salah satu bagian dari tubuhmu yang tidak kamu sukai. Entah itu hidungmu yang tidak terlalu mancung, pipimu yang terlalu tembem, gigimu yang terlalu menonjol ke depan, dadamu yang tidak terlalu menonjol atau bahkan ada yang mempersoalkan ukuran 'you know what'. Boleh saja kita tidak menyukai itu, tetapi PASTI ada alasan kenapa hal itu diberikan Tuhan kepadamu. Dan PASTI bahwa alasan hal itu diberikan kepadamu karena banyak hal baik yang disiapkan untukmu. Tidak mungkin tidak, karena bukankah DIA yang menciptakan kita sehingga Dia tahu yang terbaik bagi kita.

Mari kawan kita bersyukur dengan apa yang telah ada pada tubuh kita. Mata kita masih bisa melihat, meskipun dengan bantuan kaca mata. Telinga kita masih normal. Kulit kita masih bisa merasakan sentuhan. Dan kita pun masih dikarunia kesadaran dan masih dijauhkan dari kegilaan. Karenanya, nikmat Tuhan mana lagi yang bisa kita dustakan, kawan.

Cag, 5 Juni 2011

“Pain is temporary. It may last a minute, or an hour, or a day, or a year, but eventually it will subside and something else will take its place. If I quit, however, it lasts forever.”

“Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi Anda rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya”
(Lance Armstrong, Mantan Atlet Balap Sepeda AS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun