Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mari Kita Bijak dalam Menggerakan Jari Jemari dalam Pilpres 2014

1 Juni 2014   21:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:50 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktivitas apa yang paling sulit dilakukan sekarang pada saat rame-rame pilpres? Jawabannya: menahan jari-jari tangan dari men-share tulisan-tulisan tidak / belum “terverifikasi” kebenarannya. Jangankan Anda, para pembaca, saya saja rasanya guatel banget kalau menemukan sebuah artikel yang rasanya ingin di-share. Belum lagi menjaga tangan dari berkomentar di artikel yang juga belum “terverifikasi” kebenarannya. Gatal banget.

Itulah kenapa saya berusaha mengingatkan diri sendiri tentang aib dan menjaga aib dalam beberapa hari belakangan. Karena belum “terverifikasi” kebenaran sebuah artikel, bisa saja dengan gampang artikel itu berubah menjadi sebuah fitnah atau pembuka aib. Dan dengan men-share nya, berarti kita juga ikutan memfitnah atau membuka aib orang kepada orang lain. Padahal fitnah itu kan lebih kejam dari pembunuhan, bukan? Padahal, salah satu kasih sayang Allah kepada manusia adalah dalam cara Dia menutup aib kita, bukan? Allah saja memberi kasih sayang dengan cara menutup aib, lha kita sebagai makhluk kok dengan bangganya membuka aib. Jika memang ternyata sebuah artikel sudah “terverifikasi” kebenarannya – dengan cara cek ricek dan ricek lagi – maka pastinya ada langkah yang lebih bijaksana yang bisa dilakukan sebelum melakukan langkah paling gampang yaitu menyebarkannya.

Sebuah kejadian membuat saya lebih hati-hati untuk menggerakan jari ini. Sebuah kejadian yang memperlihatkan bahwa terkadang pula Allah memberi peringatan kepada kita dengan caraNya yang halus. Semisal yang saya temukan dua hari belakangan. Seseorang berkomentar tentang sebuah aktivitas salah satu capres. Mungkin pada saat itu aktivitas seperti itu memang tidak dilakukan oleh capres unggulannya, sehingga komentarnya cenderung negative. Namun, sehari selanjutnya capres unggulannya ternyata melakukan aktivitas yang sama, yang sebelumnya dia komentari negative itu. Bisa terbayang apa yang orang itu rasakan? Kalau saya mungkin menjadi malu, karena saya memang pemalu - hadeuh. Namun, bisa saja orang tersebut tidak terlalu peduli. Sayangnya, tidak demikian dengan persepsi sidang pembaca. Karena komentarnya muncul di ranah publik, minimal publik teman-temannya, maka persepsi publik terhadap dia bisa dengan gampang berubah – atau bergeser.

Mari yuk kita bijak dalam menggerakan jari-jari ini.

Ada sebuah status teman saya yang bagus untuk diresapi: “Kita terkadang kalah dari pohon manga. Kita melemparinya dengan batu, namun dia justru jatuhkan buah manisnya buat kita” - eh nyambung gak ya?

Salam sehat jiwa (nyontek salam khas dari Komposianer dr Andri SpKJ)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun