Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Launching Dua Terobosan Terkeren Kompasiana Menjelang Tujuh Belasan

20 Agustus 2014   00:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:06 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="490" caption="Kompasianer yang ikutan Nangkring (Kompasiana/Nurulloh)"][/caption]

Mungkin banyak yang berpikir jika Kompasiana Nangkring terakhir hanyalah acara biasa Kompasianer bertemu muka. Dengan embel-embel “Hala bi halal”, acara ini pun sepintas seperti temu kangen saja. Embel-embel tambahan “Launching dua buku karya Kompasianer” mungkin tidak bergaung, dan sedikit terlalu personal. Namun, menghadiri Kompasiana Nangkring itu – terlepas dari acara utama launching bukuku “Cara Narsis Bisa Nulis” dan buku Maria Margaretha “Guru Plus”, saya merasakan gairah yang hebat dengan adanya DUA terobosan Kompasiana yang saya kategorikan Terkeren. Dua terobosan Kompasiana itu difasilitasi Kang Pepih dan salah satu pentolan Kompasianer – Pak Thamrin Sonata (TS).

Inilah dua terobosan itu, yang bisa dianggap sebagai sebuah langkah move up, bukan lagi sekedar move on bagi anggota Kompasiana.

Terobosan Pertama: Membuat buku itu mudah

Membuat buku itu mudah. Itulah esensi diskusi Kompasiana Nangkring saat mengupas dan me-launching buku karya dua orang Kompasianer itu. Dua orang penulis Kompasiana – termasuk saya – yang tidak memiliki latar belakang kepenulisan serta awam mengenai penerbitan, ternyata bisa membukukan karyanya dan menerbitkannya. Kenapa bisa? Itulah yang dibahas secara cukup detail oleh Pak TS, seorang Kompasianer, mantan wartawan, pemilik banyak buku yang telah muncul, dan terlibat seluk beluk kepenulisan dan kepenerbitan sejak lama. Pak TS juga yang memfasilitasi penerbitan buku kedua Kompasianer, dan bertindak juga sebagai editor untuk kedua buku.

Ada banyak cara untuk menerbitkan buku: tanpa modal utamanya melalui penerbit besar (dikenal sebagai penerbit mayor) dan dengan modal melalui penerbit on-line (dotcom) atau melalui penerbit indie. Hal yang logis jika kebanyakan penulis menginginkan menerbitkan buku melalui penerbit mayor, terutama menyangkut gengsi (atau tepatnya kebanggaan) dan tidak mengeluarkan uang sepeserpun.

Cara kedua cenderung lebih mudah dilakukan, cara indie –dengan modal. Itulah cara yang difasilitasi oleh Pak TS. Dengan modal yang disepakati untuk membuat buku dengan ketebalan tertentu dan jumlah buku yang disetujui, maka seorang penulis bisa dengan mudah menerbitkan bukunya. Sebuah buku resmi dengan namanya, dengan ISBN resmi dan isi sesuai dengan yang dia tulis dan diedit oleh editor. Pak TS memfasilitasi penerbitan itu, dari mulai dari mengedit tulisan, mengorganisasikan sampul buku serta desainnya, mendapatkan ISBN dan membantu mendapatkan endorsement. Rentang waktu selesai sampai seluruh buku pesanan selesai tergantung dari usaha yang dilakukan, tetapi kisarannya adalah antara sebulan dan dua bulan – memperhitungkan diskusi mendalam tentang sampul buku dan hasil editan. Pak Thamrin pun mengemukakan bahwa dia bisa memfasilitasi jumlah buku bahkan mulai dari kisaran 100 eksemplar, meski umumnya berada di kisaran 500 eksemplar. Jumlah halaman pun tergantung permintaan, meski secara komersial umumnya berada di kisaran 100-200 halaman.

Kenapa hal ini disebut sebagai sebuah terobosan keren?

Karena Kompasiana ternyata memiliki Kompasianer (dan kompasianer-kompasianer lain) yang bisa memfasilitasi penerbitan sebuah buku yang gampang, tidak berbelit-belit sehingga seorang penulis seawam apapun akan bisa mewujudkan cita-citanya memiliki buku sendiri. Saya pikir akan sangat banyak penulis-penulis Kompasiana yang akan terfasilitasi – baik itu oleh Pak TS sendiri atau oleh penerbit lain yang menjalankan fasilitas yang sama. Langkah ini akan sangat membantu mereka-mereka yang diuntungkan dengan adanya sebuah buku ber-ISBN, seperti halnya seorang guru. Di beberapa kasus, seorang guru bisa mendapatkan nilai-nilai (poin) yang didapat dari menerbitkan buku ber-ISBN, dan dengan poin-poin tersebut bisa memperlancar peningkatan karier profesionalnya. Untuk profesi lain, setidaknya terobosan ini bisa merealisasikan sebuah cita-cita dan keinginan lebih cepat. Perkara terjual / laku atau tidak, ini tergantung dari strategi pemasaran yang diambil, karena fasilitas ini tidak memperhitungkan pemasaran. (Tentang keuntungan dan kerugian pemasaran lewat toko buku terkenal pun dikupas pada saat Kompasiana Nangkring itu)

Terobosan Kedua: Fasilitas Kompasiana yang Gratis untuk kegiatan kepenulisan

Dalam pengantar diskusi di acara Kompasiana Nangkring, Kang Pepih – pupuhu sekaligus Manajer Kompasiana, mengemukakan bahwa Kompasiana akan mendukung segala kegiatan aktif dan produktif yang melibatkan para penulisnya, termasuk dengan menyediakan fasilitas gratis, ruangan meet-up yang dipakai Kompasiana Nangkring ini. Hal ini akan sangat bermanfaat dan menggairahkan para penulis Kompasiana untuk lebih produktif menulis dan menerbitkan buku karena Kompasiana bisa memfasilitasi acara launching buku seperti hal-nya launching buku perdana ku – Cara Narsis Bisa Nulis. Dengan begitu, Kompasiana bisa menjadi alternatif tempat launching bagi mereka yang tidak memiliki rencana launching pribadi. Kemudahan ini sungguh sebuah terobosan yang sangat patut diapresiasi.

Di bagian lain Kang Pepih pun menjelaskan bahwa ruangan itu bisa dipakai untuk kegiatan apapun selama menyangkut Kompasiana dan Kompasianer, tidak sebatas pada acara launching. Acara lain seperti bedah buku, berbagi pengetahuan – share knowledge, kopdar atau temu bahas topik tertentu pun bisa menggunakan fasilitas itu. Free of charge a.k.a gratis, maksudnya gratis dari sisi penggunaan, listrik, AC dan fasilitas lainnya. Untuk makanan, minuman atau snack, tentunya pengguna yang harus menyediakannya sendiri. Namun demikian Kang Pepih mengingatkan agar Kompasianer yang akan memanfaatkan fasilitas itu bisa menghubungi admin Kompasiana jauh-jauh hari untuk menyelaraskan skedul penggunaan fasilitas. Kang Pepih pun terbuka memberikan fasilitas di luar ruangan tersebut, semisal jika ada acara berbau Kompasiana di kota lain, mungkin Kang Pepih (atau admin) bisa datang baik sebagai narasumber atau fasilitator – dengan gratis pula.

Hal ini adalah terobosan keren, karena hal ini bisa menjadi jembatan yang membuat Kompasiana memfasilitasi sharing dan connecting lebih bagus, demi untuk meningkatkan kemampuan menulis para anggotanya sekaligus “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Ahem…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun