Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ke Majalengka lah Kami Belajar Rencana Kedua (Tulisan 2 dari 3)

21 Oktober 2014   04:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:19 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tidak ada listrik, otot pun jadi

Anak-anak perwakilan dari 33 kelas sudah berkumpul rapi di Aula. Stage sudah siap dengan meja, sound system dan proyektor. Namun saat kami memasuki ruangan, wajah panitia tidak begitu sumringah. Saya yakin mereka bukanlah kecewa karena pematerinya bukan anak muda dan berwajah tidak seganteng Verrel Bramasta. Mereka bukan kecewa. Mereka ternyata tegang. Ternyata listrik dari PLN mati persis beberapa saat sebelum kami memasuki ruangan dan acara akan dimulai.

'Kumaha atuh? Bagaimana dong? What can we do? Paluna  eh Listrikna euwueuh.

'Ok! Rencana Kedua harus dijalankan', mungkin begitu instruksi ketua pelaksana. Maka,”Tidak ada listrik TOA pun jadi”....lengkap dengan otot leher menegang diiringi suara TOA mencuiiiiit yang cukup memekakan telinga. Rencana Kedua ini berjalan bersamaan dengan Rencana Ketiga yaitu mencari sumber lain: genset. Namun sepertinya genset belum disiapkan. Bukan karena abai, tapi mungkin karena panitia sangat atau terlalu percaya dengan pelayanan dan integritas PLN yang tidak akan melakukan pemutusan listriksepihak (haloooo PLN!). Kembali Rencana Ketiga tidak bisa dilakukan karena Genset yang didatangkan pun tidak berfungsi: kabel nya putus. Saat itulah pak Didik melesat bak Superman dengan mobilnya langsung menuju kantor PLN - ini yang pakai mobil itu Pak Didik atau Superman ya? Beliau tinggalkan cara cepat lewat telepon karena yernyata kecepatan keluhan tidak linear dengan kecepatan tindakan. Dan benar saja, dalam jentikan jari, listrik menyala. Entahlah apa Yang Pak Didik lakukan di kantor PLN. Apakah mucul bunyi 'kaboom', gebrakan meja 'braaak', mata merah melotot bak Rahwana kah yang terjadi. Atau mata sayu, tangan dikepal, lirih memelas seperti seekor kucing pacarnya Tom musuhnya Jeru yang sedang minta dikasihani dengan mengedip-ngedipkan mata dengan bulu yang lentik? Atau yang muncul saat itu adalah wajah bijak, akrab dengan suara yang adem seperti seorang tua menenangkan anak tersayangnya seorang jomblo yang galau? Sepertinya hanya PakDidikdan petugas PLN serta Tuhan saja yang tahu/

Jika kejadian di atas adalah sebuah penggalan film, sebagai sutradara saya mungkin akan sedikit merubah skenario cerita. Jika rencana awal gagal, maka mungkin Rencana Keempat -saat Pak Didik berubah menjadi superman dan bertemu langsung petugas PLN - lah yang menjadi pilihan pertama. Langkah itu diikuti penyediaan genset - yang sudah dipersiapkan dan dicoba sebelumnya, baru mengalihkan semuanya ke TOA.

Namun, apa yang telah terjadi - semua action berjalan berbarengan - pun menuai hasil yang diharapkan karena tindakannya dilakukan dengan cepat dan semuanya terfokus ke satu titik yng sama: kesuksesan acara dan keembiraan siswa.

Dalamkondisi setegang apapun, sebuah aktivitas yang cepat, meski dalam satu sisi dianggapbukan langkah ideal, tetaplah akan bisa menjadi satu solusi terhadap sebuah masalah. JKberkata – lebih cepat lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun