Negara Indonesia saat ini sedang marak soal isu pemblokiran akses terhadap media sosial X dan Telegram yang akan dilakukan oleh pemerintah khususnya lembaga Kementerian Komunikasi dan Informasi. Bukan tanpa alasan, kedua media sosial tersebut dinilai menjadi tempat peredaran konten pornografi dan promosi judi online sesuai dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi dan UU ITE pasal 27 ayat 2 Tahun 2024 tentang judi online yang menjadi dasar Kementerian Kominfo dalam melakukan pemblokiran tersebut.Â
Hal ini menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat, khususnya pengguna dari kedua media sosial tersebut, banyak yang mempertanyakan manfaat dan efektivitas dari aktivitas tersebut.Â
Secara manfaat, pemerintah ingin menciptakan ruang digital yang sehat sehingga menciptakan masyarakat yang sehat dan produktif sesuai dengan nilai di masyarakat, akan tetapi secara efektivitas, aksi pemblokiran ini dinilai tidak memberikan dampak yang signifikan, alasannya masyarakat masih bisa dengan mudah mengakses situs tersebut menggunakan VPN (Virtual Private Network).Â
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan pemerintah dalam mengatur masyarakat dalam menggunakan media sosial, pemerintah dianggap setengah - setengah dalam menangani hal ini yang berdampak pada turunnya wibawa pemerintah di masyarakat. Apa yang seharusnya pemerintah lakukan untuk mengatur aktivitas media sosial masyarakat ?. Tulisan ini akan memberikan solusi atas tindakan tepat yang bisa dilakukan pemerintah dalam mengatur aktivitas masyarakat di media sosial.
VPN selalu menjadi alat untuk mengakses situs yang diblokir di suatu wilayah negara dengan cara memberikan akses aman melalui server VPN untuk menyembunyikan data pribadi pemakainya, sehingga tidak terdeteksi oleh penyedia jaringan internet lokal.Â
VPN mengubah jalur koneksi pengguna dengan server dari negara yang berbeda, sehingga pengguna dapat mengakses sesuatu yang tidak bisa diakses di negara asal (Indonesia). Sederhananya, pengguna seolah - olah berada di negara lain, padahal dia tidak kemana - mana. Meskipun memberikan kemudahan dalam mengakses situs yang diblokir, VPN juga memberikan dampak buruk terhadap data pribadi yang rentan dicuri dan serangan malware jika kita menggunakan penyedia layanan yang kurang terpercaya dan gratisan.Â
Meskipun fenomena ini marak terjadi, rupanya pemerintah tidak memberikan respon apapun terhadap penggunaan VPN untuk membuka situs yang diblokir, padahal jelas hal tersebut tidak mendukung kebijakan pemerintah. Pemerintah seharusnya memiliki sikap yang tegas dan berwibawa dalam menanggapi hal tersebut yaitu membuat regulasi yang jelas tentang penggunaan VPN, termasuk sanksi bagi pelanggar, melakukan kerja sama dengan platform media sosial untuk meningkatkan moderasi konten dan edukasi pengguna, melakukan kerja sama dengan penyedia layanan VPN untuk memblokir ke situs yang dilarang atau melakukan pemblokiran terhadap VPN yang terbukti digunakan untuk mengakses konten negatif.Â
Kita bisa berkaca dari negara yang memblokir layanan VPN seperti  China, Belarusia, Korea Utara, Rusia, Turki, Turkmenistan, Uganda dan masih banyak lagi. Selain melakukan pemblokiran, negara tersebut juga membuat regulasi penggunaan VPN menjadi illegal, sehingga bagi siapapun yang terbukti menggunakan VPN akan dijerat hukuman.Â
Usaha masyarakat dalam mencari akses untuk membuka situs yang diblokir pemerintah juga menjadi masalah sosial dan bukti rendahnya literasi digital, hal ini membuat mereka rentan terhadap konten negatif. Sebanyak kurang lebih 80% dari total keseluruhan pemain judi online adalah masyarakat dari kalangan menengah kebawah dengan nilai transaksi berkisar antara Rp. 10.000 hingga Rp. 100.000. Fakta lainnya, Indonesia pengakses situs pornografi terbesar ketiga di dunia.Â
Jelas hal ini bersinggungan dengan karakter bangsa yang sesuai dengan ajaran pancasila dan amanat UUD 1945. Edukasi sangat berperan dalam mendidik serta menciptakan karakter yang diharapkan. Edukasi bukan hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter.Â