Mohon tunggu...
Rifki Al Shahib
Rifki Al Shahib Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Negeri 4 Samarinda

Pendidikan dan Keuangan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kapitalisme dalam Selimut Pendidikan Indonesia

9 Oktober 2022   08:38 Diperbarui: 9 Oktober 2022   11:02 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapitalisme sangat erat kaitannya dengan kegiatan bisnis dan kekuasaan. Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang melalui kepemilikan modal atau jabatan membuatnya mampu mengendalikan seluruh sumber daya dalam sebuah perusahaan demi mendapatkan keuntungan. Para pekerja dimanfaatkan untuk  menjalankan sebuah bisnis agar mampu menghasilkan kinerja terbaik perusahaan dan mendapatkan keuntngan yang maksimal. Sayangnya sebesar apapun keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan dalam mencetak laba, tidak mempengaruhi upah para pekerja untuk ikut meningkat. "Kapitalisme" kemudian dikenal sebagai suatu kata yang secara sederhana diartikan sebagai kepemilikian atas suatu kekuasaan yang dikendalikan secara pribadi sesuai dengan kepentingan pemegang kekuasaan, yaitu memberikan keuntungan secara maksimal, dan "kapitalis" adalah sebutan untuk pelaku kapitalisme.

Peran kapitalisme melalui perusahaan swasta sangat signifikan dalam membantu perekonomian masyarakat di era sekarang, hal ini dapat terlihat dari besaran gaji yang diberikan oleh perusahaan swasta yang lebih banyak dibandingkan dengan guru. Perbedaan gaji berbanding lurus dengan tingkat beban pekerjaan, pekerjaan guru lebih ke rutinitas walaupun tetap melakukan tugas admisnistrasi sampai malam tapi tidak dibebani target dan deadline yang padat. Meskipun dalam menjadi guru juga terdapat tantangan dan beban yang sangat besar demi  terciptanya sebuah generasi yang baik. Banyak guru yang merasa jumlah gaji yang diberikan masih sedikit khususnya guru di sekolah negeri, apalagi mengingat harga kebutuhan pokok kian meningkat, berbagai macam cara untuk menambah penghasilan seperti membuka bisnis sendiri seperti berjualan bahkan sampai mengubah sekolah menjadi lahan bisnis dengan dalih kepentingan umum.

Bisnis di sekolah adalah hal yang biasa terjadi disekolah dan sangat mudah terlihat oleh siapapun yang jeli memperhatikan, misalnya jual - beli buku LKS maupun jual - beli bangku dimasa PPBD serta pebedaan ruang kelas untuk masyarakat menengah kebawah dan ruang kelas VIP. Padahal sekolah adalah fasilitas publik yang dimana kegunaannya adalah untuk kepentingan publik, bukan tempat memperkaya diri dengan memanfaatkan kebutuhan orang lain, bahkan Dinas Pendidikan seharusnya sudah memberikan larangan kepada sekolah untuk tidak melakukan praktik tersebut, namun minimnya pengawasan yang dilakukan rasanya seperti sia sia saja, buktinya setiap semester, siswa masih menyimpan buku LKS terbaru di dalam tasnya. Masih ada saja bebarapa orang yang tidak bisa bersekolah karena sudah memenuhi kuota pendaftaran padahal tempat tinggalnya sangat dekat dengan sekolah atau masuk kedalam zona sekolah. Belum lagi beberapa guru yang juga membuat modul dan mewajibkan siswanya membeli untuk menjadi bahan belajar utama bagi siswanya, yang artinya jika siswa tidak memiliki modul yang telah dibuat oleh guru bersangkutan, maka ada saja konsekuensi yang harus diterima oleh siswa tersebut. Guru selalu mengajarkan toleransi disekolah, tapi tidak untuk toleransi kepemilikan LKS atau modul belajar.

Berapa banyak siswa yang gagal melanjutkan pendidikannya hanya karna kuota siswa telah dibeli oleh kapitalis? Apakah affirmasi juga tidak lepas dari sasaran para kapitalis untuk memasukkan anaknya kesekolah? Berapa banyak orang tua siswa yang harus meminjam uang bahkan menjual barang atau mungkin berpuasa lebih lama demi membayar uang LKS anaknya ? Apakah semua orang tua siswa mampu melayani kebutuhan pendidikan anaknya dengan uang ? Mungkin terkesan berlebihan, namun seperti inilah dampak kapitalisme didalam dunia pendidikan Indonesia saat ini. Sebagian diuntungkan dan yang lainnya mendapatkan kesengsaraan.

Guru seharusnya mengajarkan kesederhanaan kepada muridnya dengan hidup sederhana, agar menjadi contoh serta teladan dan kelak dimasa depan murid juga bisa hidup sederhana dan pintar mengelola keuangan, bukan dengan kehidupan glamour. Sekolah mengajarkan kesetaraan derajat, bukan menyediakan tempat untuk memperlihatkan kesenjangan, tidak perlu menunjukkan seberapa kayanya kamu disekolah. Slogan "guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa" adalah sebutan untuk guru yang tidak mengejar kepentingan pribadi dan  yang hidup sederhana, tidak untuk para guru yang berteriak kesejahteraan sambil memegang Hp Iphone keluaran terbaru ditangan. Slogan "guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa" tidak berlaku untuk guru yang fokus untuk memperkaya diri dengan memanfaatkan keadaan diskeolah, dan memandang semua hal dapat dinilai dengan uang, dalam hal ini bukan berarti guru dilarang untuk kaya, namun gaya hidup hidup sederhana di lingkungan sekolah sangat dianjurkan untuk menjadi contoh bagi siswa - siswanya. 

Sekolah bukanlah lahan bisnis bagi sebagian oknum, sekolah adalah tempat untuk melahirkan sebuah generasi yang gemilang untuk negara. Didalamnya, Guru menjadi role model bagi seluruh warga sekolah termasuk siswa. jadilah teladan bagi siswa kita. Jangan biarkan sikap kapitalisme bersarang didalam diri seorang guru, siapapun tanpa memperhatikan perbedaan status honorer maupun PNS. Kita adalah guru idaman seluruh siswa, ajarkan mereka hal - hal baik yang berguna bagi kehidupan mereka kelak. Ada rasa kebanggaan tersendiri melihat siswa yang kita ajar menjadi sukses dikemudian hari berkat bimbingan yang kita berikan kepada mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun