Mohon tunggu...
Rifki Alfian Wicaksono
Rifki Alfian Wicaksono Mohon Tunggu... Mahasiswa - mencari wadah untuk menitipkan buah pikiran

mahasiswa pertengahan menuju akhir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Kasihan atau Sepatutnya

4 Januari 2022   17:07 Diperbarui: 4 Januari 2022   17:11 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto diedit dan dibuat dengan canva

Oscar dan Kardi adalah sobat karib dari mereka menginjak jenjang pendidikan Sekolah Dasar hingga saat ini mereka telah beranjak dewasa dan berpisah untuk mengejar cita-citanya masing-masing dan berkuliah di Universitas ternama di kotanya. Selain selalu bersama di satu instansi pendidikan sejak SD hingga SMA mereka juga punya tongkrongan di luar sekolah yang sama dan begitu akrabnya.

            Siang itu mereka berdua berjanjian untuk berangkat ke acara clothingan atau bazar pakaian yang sedang diselenggarakan di kotanya. Hari telah sore pada Jum'at, setelah mereka pulang dengan berbagai problematika perkuliahan masing-masing.

            "Di, jangan lupa yo!, nanti malem gas ke acara clothingan, nanti habis Maghrib tak jemput. Siapkan amunisi buat jajan" (Oscar mengingatkan Kardi melalui Whatsappnya).

            Setelah beberapa saat setelah Kardi beres mandi, ia mendengar hpnya berbunyi dan ternyata Oscar yang ngirim pesan WA. Kemudian Kardi membalasnya, " santai car, sudah aman ini, habis mandi aku, habis maghrib kita gas, jangan telat njemputnya yo!." (begitulah balasan Kardi yang sedang mengeringkan rambutnya dengan anduk).

            Tibalah kurang lebih pukul  6 sore Adzan Maghrib berkumandang mereka beranjak untuk menunaikan Shalat terlebih dahulu lalu bersiap-siap untuk menuju ke Acara Clothingan. Kemudian Oscar dengan menstater Motor Honda Supra lawasnya berangkat menuju rumah si Kardi yang hanya ditempuh 5 menit dari rumahnya.

            Setelah tiba di depan rumah Kardi, Oscar menggeber dan memanggil nama Kardi, lalu Kardi keluar dengan terburu-buru menutup tas slempang yang dibawanya sambil membuka pintu.

            " Jeglek...., Kalem-kalem car rasah nggeber-nggeber wes surup ( Kardimenggingatkan agar tidak menggeber motor karena waktu sudah sore menuju malam), tunggu tak ngambil helm karo pamit ibuk di Kamar." Berjalanlah Kardi ke kamar orang tuanya, untuk meminta pamit Ibunya yang sedang duduk berdzikir setelah menunaikan shalat Maghrib. " Mak...., pamit dulu, mau dolan liat Acara Clothingan, Assalamualaikum." Sambil Kardi mengambil tangan Ibunya untuk menyalami dan menciumnya.

            Kemudian Kardi berjalan cepat keluar rumah dan menutup pintu rumahnya dan dengan lompatan nanggungnya untuk menaiki jok Motor Supra miliki Oscar itu.

            " Bruk...., woh polahmu lo Di jan..., marai meh njungkel." (respon Oscar dengan tingkah laku Kardi yang selalu memiliki cara unik untuk melakukan sesuatu). Maklumlah mereka memiliki keunikan-keunikan tersendiri untuk memperlihatkan cara bergaulnya.

            " wes rasah kakehan omong, gaskan menuju Acara !! " (begitulah sambar Kardi sambil menabok helm belakang si Oscar dengan telapak tangannya).

            Setelah seengah jalan perjalanan mereka berdua bercerita keluh-kesah perkuliahan selama seminggu dan ketawa-ketawa dengan keras dan saling mengejek dan menertawakan apa yang sedang mereka ceritakan. Sampai pada sebuah lampu merah kemudian mereka bertemu penjual Tanggalan atau kalender untuk tahun 2022. Hanya menunggu dipanggil oleh pemebli dan tidak memutarkan barang dagangannya.

            " Car..., lihat arah jam sembilan. Kasihan ibuk-ibuk e jualan tanggalan tapi ndak diputarkan, capek yo, kayake sampek malem gini masih jualan, yok dipayoni !, kasihan e. (resppon Kardi melihat ibuk-ibuk penjual kalender tersebut).

            Kemudian Oscar merespon, " Yawis beli wae karo aku sekalian, koyoke rumahku yo belum ono kalender baru! ". (sahut Oscar sambil menengok arah jam sembilan dengan kedua tangannya memegang stang motornya).

            Selang dari respon Oscar, Kardi langsung memanggil ibuk-ibuk itu. " Buk, buk...., mau beli tanggalannya." Seketika ibuk itu beranjak dari sedikit ngalamunnya meilaht gemerlap lampu motor yang lewat. Kemudian ibu itu mendatangi motor mereka berdua. " Monggo mas mau ambil berapa?."

Kemudian Kardi meresponnya, " Ambil 2 buk, satunya berapa nggih?." (dengan tangan kirinya mengisyaratkan dengan mengangkat dua jarinya).

" satunya 10 ribu mas". (sambil ibu penjual kalender itu menyodorkan 2 kalender yang diminta oleh Kardi).

" oke buk tunggu sebentar". (Kardi menerima tanggalan tersbut dan merogoh kantong celananya untuk mencar uang 20 ribu. Namun Kardi tidak menemui uang tersebut, lalu kemudian Kardi melihat tas slempang yang dibawanya dan membuka dompet di dalamnya ternyata uangnya hanya pecahan 50  ribu dan 100 ribu. Tanpa ambil pusing Kardi mengulurkan uang 50 ribu ke Ibu penjual kalender itu).

" waduh mas aku ndak punya kembalian e uangnya kebesaren, masnya bawa dulu aja uangnya ya". (sambil rautnya agak sedih karena tidak memiliki kembalian untuk uang kardi).

Tanpa pikir panjang lagi karena waktu pada lampu merah telah menunjukkan  8 detik menuju lampu hijau maka Kardi mengatakan, "nggih pun buk, ndak papa uang kembaliannya buat ibuk mawon" (respon agak sedikit kesusu (buru-buru) dari Kardi karena lampu merah telah berubah menjadi lampu hijau).

Dari sayup-sayup banyaknya kendaraan bermotor mengegas kendaraannya, ibuknya mengatakan " terimakasih banyak mas, semoga dibalas sama yang Maha Pemberi Rejeki" (sahut ibuknya sambil motor belakang Oscar dan Kardi mengklakson karena masih bertransaksi)

Sendangkan Kardi hanya merespon dengan acungan jempol dan senyuman dari mulutnya kepada ibunya.

Setelah perjalanan beberapa menit menuju tempat acara Clothingan akhirnya tibalah mereka berdua di lokasi acaranya.

"Alhamdulillah, sampek juga di lokasi" (respon Kardi sambil melompat nanggung untuk melompati jok motor Oscar yang akan masuk ke dalam slot parkiran motor).

" Jangkrik Di, hampir wae nabrak motor sebelah ki lo.... jan. (respon Oscar setelah tingkah yang dilakukan oleh Kardi).

Mereka pun kemudian masuk ke dalam Acara Clothingan tersebut. Dan membeli beberapa pakaian yang mereka sukai dan bergegas pulang menuju rumah masing-masing.

Sesampainya di rumah sekira pukul 10 malam, Kardi duduk dan menonton TV bersama ibunnya yang masih terjaga pada malam itu. Kemudian ia juga menyerahkan tanggalan yang ia beli dari ibuk-ibuk penjual kalender di lampu merah tadi. "oiya, buk aku tadi ketemu ibuk-ibuk penjual kalender, kasihan jualane Cuma dari trotoar ndak di putarkan barangnya, kayaknya juga wes capek wong rodo ngalamun ibuke pas tak panggil, ini tanggalan buat rumah buk, tadi ibuknya juga ndak punya kembalian dan yawis uang kembaliannya tak kasihkan semua".

Ibuk Kardi meresponnya, "Wah, kebetulan rumah memang belum punya tanggalan juga, terimakasih ya le...". (setelah beberapa saat tanggalan tersebut dipasang di paku yang tertancap di tembok rumah mereka, kemudian Ibu Kardi melanjutkan obrolan tersebut).

" Le.... kita itu sebisa mungkin kalo membantu orang jangan berdasarkan kasihan terhadap kondisinya. Tapi didasarkan aja dengan memang sudah semestinya kita membantu orang yang membutuhkan. Kita kan sebenarnya sama-sama manusia hanya kondisi saja yang sering membedakan dan sebebarnya kasihan itu memang wajar tapi jangan dijadikan dasar unutk memberi orang lain tapi jadikan sebuah pemantik aja, selebihnya yang mendasari adalah rasa memang semestinya kita membantu sesama. Takutnya kalo kita mendasari dengan rasa kasihan ada rasa sombong yang diam-diam merasuk dalam kebaikan kita le...". (Kardi yang sedang menonton TV kemudian mendengarkan dengan saksama perkataan dari Ibunya yang seolah-olah menyodok hatinya untuk tersadar bahwa memang saling bantu adalah hal yang didasari dengan memang sudah semestinya buka karena kasihan).

Kemudian Kardi meresponnya, "nggih buk aku juga tiba-tiba tersadar bahwa ngendikane ibuk memang benar kalo saling bantu itu sudah semesitnya dilakuan apalagi sesama manusia dan ciptaan Tuhan".

Begitulah akhir dari cerita pendek dari seorang remaja yang menuju dewasa, yang biaisanya disebut ABG, yang memang ketika memiliki kesempatan dan keadaan yang mendukung selalu ingin maksimal. Terlebih dalam maslah kebaikan seperti ini. Namun biasannya nasihat-nasihat orang yang lebih berpengalaman khususnya orang tua juga harus didengarkna agar tidak tersasar ke jalan yang dipikir sampai tujuan dengan selamat malah masuk ke dalam perangkap yang tidak terlihat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun