Mohon tunggu...
AM Panjaitan
AM Panjaitan Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Relawan perang melawan Mas Joko Klemer dan Batara Kalla

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Skenario Cadangan CSIS Bila Jokowi Kalah

16 Juli 2014   06:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:11 4676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

- Yushchenko melakukan kampanye dengan cara blusukan dan bertatap muka serta berkomunikasi langsung dengan masyarakat Ukraina dan pilpres hanya diikuti dua orang kandidat yaitu Yushchenko dan Yanukovych. Blusukan tentu saja adalah salah satu senjata andalan Jokowi dan saat ini pilpres di Indonesia hanya diikuti oleh dua pasang kandidat yaitu Jokowi dan Prabowo.

- Saat kampanye pada September 2004, Yushchenko tiba-tiba harus dirawat di klinik Rudolfinerhaus di Wina karena di dalam tubuhnya ditemukan zat bernama Tetrachlorodibenzodioxin (TCDD) yang sangat beracun dan telah menyebabkan sekujur wajahnya rusak. Saat itu Yushchenko menuding bahwa pemerintah Ukraina telah meracuninya dalam acara makan malam dengan pejabat senior Ukraina pada 5 September 2004. Belakangan pada Juni 2008, David Zhavania, teman Yushchenko mengungkap kepada BBC bahwa cerita Yushchenko diracun adalah tidak benar dan hasil pemeriksaan laboratorium sudah dipalsukan.

Keterangan ini dikonfirmasi majalah The Lancet pada Agustus 2009 di mana peneliti Swiss dan Ukraina menyimpulkan bahwa tingkat TCDD dalam darah Yushchenko terlalu murni sehingga pasti dibuat dalam sebuah lab karena tidak mungkin didapat di pasaran. Lalu pada September 2009, Larysa Cherenichenko, kepala penyidikan pidana pada Kejaksaan Agung Ukraina dan komisi bentukan Verkhovna Rada menyimpulkan bahwa laporan Yushchenko diracun adalah palsu dengan tujuan untuk meningkatkan elektabilitas pada pilpres tahun 2004 sekaligus menemukan bahwa racun di tubuh Yushchenko disuntikan oleh dinas intelijen Amerika Serikat demi melaksanakan politik dizolimi atau play victim tersebut.

Walaupun tidak ekstrim seperti Yushchenko yang sengaja meracuni dirinya sendiri sekedar untuk mencari simpati saat pilpres, namun politik dizolimi atau play victim berupa mau dilukai atau mau dibunuh dengan tujuan meningkatkan elektabilitas pada pilpres adalah taktik favorit Jokowi seperti kasus "mau diledakan di kapal" yang ternyata tidak benar atau Iklan RIP Jokowi yang terbukti dibuat dan disebar oleh pendukungnya sendiri dan lain sebagainya.

- Setelah putaran kedua pilpres, pendukung Yushchenko mulai melempar isu bahwa pilpres penuh kecurangan antara lain pemilih yang sama memilih berulang kali. Kendati demikian hasil Exit Polls menyatakan bahwa Yushchenko menang dengan margin 11% tapi saat pengumuman resmi ternyata Yanukovych dinyatakan menang dengan margin 3%. Tudingan kecurangan pilpres dan terdapat perbedaan antara Exit Polls dengan hasil akhir adalah alasan Yushchenko dan pendukungnya menolak hasil pilpres dan selanjutnya melancarkan demonstrasi besar selama 13 hari di berbagai kota besar Ukraina yang melumpuhkan negara tersebut yang dikenal sebagai Orange Revolution sampai akhirnya Mahkamah Agung Ukraina memutuskan untuk membatalkan hasil pilpres dan memerintahkan pemilihan ulang dengan hasil Yushchenko mendapat 52% suara dan menjadi presiden.

Perkembangan terakhir kubu Jokowi-JK dinyatakan menang oleh berbagai Quick Count dan Exit Polls dari lembaga survei milik pendukungnya dengan perbedaan antara 3% sampai 5% dari Prabowo-Hatta. Selain itu kubu Jokowi-JK juga mengancam KPU supaya hasil perhitungan mereka tidak berbeda dari hasil perhitungan QC dan Exit Polls atau mereka akan melakukan aksi massa besar-besaran sebagai bentuk protes atas "ketidaknetralan KPU," Selanjutnya kubu Jokowi-JK mulai membangun opini bahwa pilpres berjalan curang, dan lain sebagainya.

- Setelah terpilih ternyata baru ketahuan bahwa Yushchenko adalah pemimpin yang sangat buruk dan tidak memiliki kompetensi dan hal ini menyebabkan Yushchenko gagal terpilih untuk kedua kalinya karena pada pilpres tahun 2010 hanya memperoleh 5,5% suara dan pada pileg tahun 2012, partainya hanya memperoleh 1,11% suara sehingga tidak bisa masuk ke dalam parlemen.

Rasanya Jokowi akan mengalami nasib yang sama khususnya bila kita melihat Laporan Audit BPK terhadap Pengelolaan APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 bahwa: aset Jakarta merosot dari Rp. 342trilyun menjadi Rp. 331trilyun; ada 86 transaksi tidak wajar yang merugikan keuangan daerah sebesar Rp. 1,54trilyun; kekurangan penerimaan daerah sebesar Rp. 95,01miliar dan 3E (tidak efektif, tidak efisien dan tidak ekonomis) menyebabkan kerugian Rp. 23,13miliar. Selain itu banyak dari realisasi belanja APBD DKI Jakarta itu yang tidak didukung dengan bukti pertanggung jawaban.

Apa sebenarnya alasan kubu Jokowi-JK terus menerus melakukan berbagai kampanye hitam terhadap Prabowo pasca pencoblosan selesai sebagaimana isi twit Ulin Yusron di atas padahal tindakan tersebut tidak akan mempengaruhi perolehan suara karena pilpres sudah selesai dilakukan. Mengapa kubu Jokowi-Jusuf Kalla melakukan pekerjaan yang sia-sia seperti itu?

Dari rentetan kejadian di atas maka hampir dapat dipastikan bahwa dari awal sudah ditetapkan oleh CSIS bahwa rencana cadangan andai Jokowi kalah akan langsung mengarah kepada operasi menjadikan Jokowi sebagai Yushchenko-nya Indonesia dan maka dari itu sejak permulaan Jokowi sengaja dikondisikan atau dimirip-miripkan dengan Yushchenko, mulai dari blusukan sampai play victim. Langkah tersebut termasuk apa yang terjadi saat ini di mana CSIS dan kubu Jokowi-JK melakukan framing dan agenda setting bahwa pilpres berjalan curang, terjadi intimidasi dan terjadi politik uang, tapi biarpun begitu, berdasarkan Exit Polls dan QC mereka menang dengan margin antara 3% s.d. 6% sehingga bila hasil akhir berbeda maka KPU telah tidak netral sesuai modus Orange Revolution.

Skenario terakhir bila Jokowi-JK kalah tampaknya adalah setelah pengumuman KPU yang mengalahan Jokowi-JK, maka CSIS yang berpengalaman menggalang aksi massa untuk membuat kerusuhan sejak peristiwa Malari itu akan segera bergerak dengan demonstrasi besar-besaran di kota-kota Indonesia dengan maksud untuk melumpuhkan perekonomian negeri ini dan ketika TNI/Polri mencoba mengatasi kerusuhan tersebut, maka Jokowi-JK akan meminta bantuan "internasional" alias Amerika untuk melakukan intervensi dan memberi tekanan langsung dengan alasan militer Indonesia melanggar HAM sipil. Skenario intervensi Amerika Serikat ini sudah mulai dilaksanakan melalui kedatangan Bill Clinton ke Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun