Mohon tunggu...
Rifka Abadi
Rifka Abadi Mohon Tunggu... Bankir - Seorang

http://rifkadejavu.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money

KPR Bank Syariah Ternyata Penuh dengan Riba, Benarkah?

30 Juni 2015   13:27 Diperbarui: 30 Juni 2015   13:45 4637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kita mulai lagi, judul diatas saya ambil dari situs pengusahamuslim.com , artikel yang cukup menggelitik saya untuk memulai memencet keyboard laptop dan menghadirkan tulisan ini. Terlihat pada tulisan tersebut pada tinjauan syariahnya banyak hal yang tidak singkron antara pernyataan-pernyataan yang disampaikan.

"Setelah melalui proses administrasi, biasanya anda diwajibkan membayar uang muka (DP) sebesar 20%. Setelah mendapatkan bukti pembayaran DP maka bank terkait akan melunasi sisa pembayaran rumah sebesar 80%"

Ini merupakan konsep KPR yang berlaku pada bank konvensional dan tidak bisa dipersamakan dengan yang dilakukan pada produk musyarakahnya Bank Syariah, konsep diatas juga ada dilaksanakan pada Bank Syariah melalui produk Murabahah.

pernyataan diatas kontra dengan pernyataan berikut :"Anda membeli 20% dari rumah itu, sedangkan lembaga keuangan membeli sisanya, yaitu 80%. Dengan demikian, perbankan menerapkan akad musyarakah (penyertaan modal).

Kemudian tulisan selanjutnya

1. Dalam aturan syariat, barang yang dijual secara kredit, secara resmi menjadi milik pembeli, meskipun baru membayar DP.

"Setau saya dalam islam tidak ada penjualan barang yang dilakukan dengan kredit, yang ada hanyalah murabahah dengan pembayaran secara cicilan, sehingga makna kata yang tersampaikan oleh penulis tersebut sangat jauh dari kaidah syariah. Kemudian, rata-rata konsep yang digunakan oleh Bank syariah untuk pembiayaan kepemilikan rumah (Tidak lazim penggunaan kata KPR Syariah), adalah pembiayaan Musyaraqah Muttanaqisah yang merupakan pembiayaan kongsi pemilikan rumah dimana jumlah porsi kepemilikan satu pihak akan berkurang sesuai dengan pembayaran oleh pihak lain, dan diakhir akad akan menjadi 100 persen milik nasabah"

Seperti yang disampaikan diatas, ada juga bank syariah yang menggunakan akad Murabahah sebagai akad pembiayaannya, pada akad ini juga tidak diakui bahwa sistem yang digunakan adalah kredit, akan tetapi pembelian dengan sistem cicilan.

2. Nilai 80% yang diberikan bank, hakekatnya adalah pinjaman BUKAN kongsi pembelian rumah. Dengan alasan:

a. Bank tidak diperkanankan melakukan bisnis riil. Karena itu, bank tidak dianggap membeli rumah tersebut.

Kalau penulis mau sedikit ilmiah dan melihat konsep akad yang digunakan, disitu tergambar bahwa tidak ada satupun kata "PINJAMAN" yang tertera pada akad, dan jika tanpa ada kaidah ilmiah dalam menyimpulkan sesuatu, bisa dipastikan tulisan ini bersifat menjerumuskan dan tidak beralasan. Sampai saat ini, belum ada aturan yang melarang Bank Syariah menjalankan konsep MMQ yang memposisikan Bank Syariah sebagai mitra dalam pembelian properti, sehingga konsep "bisnis riil" yang dimaksud mengakibatkan saya GAGAL PAHAM dengan apa yang dimaksud. Kalaupun sempat hal ini dilarang, bisa dipastikan outstanding terbesar pembiayaan Bank Syariah yaitu "Murabahah" akan dihapus, hal ini dikarenakan Bank Syariah memposisikan dirinya sebagai penjual barang yang dibutuhkan nasabah.

b. Dengan adanya DP, sebenarnya nasabah sudah memiliki rumah tersebut.

Sudah dijelaskan dari awal, ini produk MMQ, atau kongsi kerjasama dua pihak untuk pembelian properti sehingga, DP yang dimaksud menjadi porsi modal pembelian yang dimiliki oleh nasabah.

c. Dalam prakteknya, bank sama sekali tidak menanggung beban kerugian dari rumah tersebut selama disewakan.

Hal ini tergantung kesepakatan antara Bank dengan Nasabah, jika nasabah dan Bank Sepakat apabila terjadi kerusakan dan force majeur selama jangka pembiayaan menjadi tanggung jawab berdua sesuai dengan porsi modal, ini diperbolehkan, begitu juga sebaliknya, jika hal tersebut tidak diatur maka secara tidak langsung penyewa bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan rumah tersebut.

3. Konsep KPR syariah tersebut bermasalah karena:

a. Uang yang digunakan untuk melunasi pembelian rumah statusnya utang (pinjaman) dari bank.

Ini yang saya simpulkan sebagai tulisan yang tidak mengandung unsur ilmiahnya, pendapat yang disampaikan tidak berdasar dan hanya bersifat pandangan pribadi, karena jelas-jelas pada produk yang dipasarkan oleh Bank tersebut tidak ada satupun kata Utang.

b. Nasabah berkewajiban membayar cicilan, melebihi pinjaman bank.

Cicilan yang dibayarkan oleh nasabah merupakan pengambil alihan porsi modal pembelian yang dimiliki oleh Bank dan ditambah dengan pembayaran sewa rumah selama nasabah menjalankan akad pembiayaan tersebut, sehingga cicilan yang dimaksud bukanlah yang dimaksud, karena saya bisa melihat makna tendensius dari arah tulisan huruf 'b' diatas. Jika terdapat kelebihan pembayaran pada piinjaman maka jatuhnya ke "RIBA", saya sepakat dengan itu, akan tetapi pada produk MMQ tidak ada kata pinjaman dan kelebihan, sehingga mudah-mudahan konsep Riba jauh dari produk ini.

c. Jika bank syariah menganggap telah membeli rumah tersebut maka dalam sistem KPR yang mereka terapkan, pihak bank melanggar larangan, menjual barang yang belum mereka terima sepenuhnya.

Nah...betulkan..tidak ilmiah, sudah jelas-jelas ini perkongsian bukan jual beli...permainan kata yang digunakan sebenarnya menjerumuskan kembali penulisnya sehingga terlihat tidak paham dengan konsep produk yang dijual oleh Bank Syariah. Saya berharap penulis dan pemilik situs mau menyempatkan diri untuk sekedar survey dan meneliti langsung ke Bank Syariah dan berdiskusi langsung dengan pegawai Bank Syariah supaya pemahaman yang dimiliki bisa memberikan kritikan yang lebih membangun.

Saya juga sering mengkritisi produk-produk yang dimiliki oleh Bank Syariah, dengan spirit untuk melakukan perubahan terhadap kekeliruan yang terjadi di Bank Syariah bukan bermaksud menghancurkannya, karena bagi saya, perubahan itu sesuatu yang bisa terjadi jika kita sudah melakukan pembaharuan dengan cara yang kita miliki. Tapi kalau semangat yang dibawa adalah semangat untuk menghancurkan Bank Syariah, maka tidak mustahil jihad yang dilakukan oleh situs-situs seperti ini akan memberikan manfaat besar bagi non muslim di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun