Mohon tunggu...
Rifka Aulia
Rifka Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta

Jurusan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencemaran Asap terus Terjadi di Negara ASEAN, Efektivitas AATHP Dipertanyakan

2 Desember 2023   12:26 Diperbarui: 2 Desember 2023   12:41 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber. Unsplash/Matt Palmer

Negara-negara di Asia Tenggara saat ini tengah mengembangkan kebijakan nasional dan regional dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Pasalnya, jumlah korban bencana alam terkait dengan perubahan iklim terus bertambah setiap tahunnya. Menurut indeks risiko iklim global ada empat dari sepuluh negara yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim berada di Asia Tenggara, yakni Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam. Di negara-negara ini perubahan iklim berpotensi memiliki dampak seperti terjadinya kebakaran yang menyebabkan asap dari kebakaran tersebut melintasi batas batas negara, kenaikan permukaan laut, kejadian cuaca ekstrim, dan ketahanan pangan.

Pencemaran asap telah menjadi fenomena yang terus dirasakan negara-negara di kawasan Asia Tenggara secara berkala setiap musim kemarau dimulai sekitar tahun 1970. Namun, isu tersebut baru menjadi perhatian dari organisasi regional ASEAN pada tahun 1990-an dikarenakan terjadinya kejadian kebakaran hutan dan lahan terparah di tahun 1994-1995 yang meluas ke berbagai wilayah dengan intensitas tinggi.

Upaya penyelesaian bersama dalam menangani permasalahan pencemaran asap lintas batas mulai dilakukan oleh seluruh negara anggota ASEAN dan dirumuskan dalam bentuk ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution (ACPTP) di tahun 1995. Beberapa tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1997 kembali terjadi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang mengakibatkan pencemaran asap lintas batas ke beberapa negara tetangga Indonesia.

Kebakaran yang terjadi pada tahun 1997 memiliki intensitas yang lebih tinggi dan pencemaran yang parah dari kebakaran sebelumnya. Dari kejadian tersebut, ASEAN langsung mendorong pada pembahasan secara serius untuk penyelesaian permasalahan tersebut dan mencapai kesepakatan dalam hanoi Plan of Action tahun 1997. Berangkat dari Hanoi Plan of Action, negara anggota ASEAN menyetujui untuk membentuk ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) pada tahun 2002 dan mulai berlaku pada tahun 2003. Tujuan utama AATHP yaitu menjadi bentuk komitmen negara anggota ASEAN dalam menangani dan mencegah terjadinya pencemaran asap dari kebakaran hutan.

AATHP yang telah dibuat kemudian diratifikasi oleh seluruh negara anggota ASEAN. Indonesia menjadi negara terakhir dari seluruh negara anggota ASEAN yang meratifikasi AATHP. Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut pada 16 September 2014 yang tertuang di dalam ketentuan UU nomor 26 tahun 2014 mengenai disahkannya ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Indonesia menyetujui untuk meratifikasi perjanjian tersebut setelah didesak oleh negara anggota ASEAN yang lain dikarenakan Indonesia dinilai menjadi alasan sulitnya AATHP untuk berjalan secara efektif.

Setelah Indonesia setuju untuk meratifikasi dan seluruh negara anggota ASEAN telah tergabung untuk bersama-sama menyelesaikan pencemaran asap seharusnya AATHP dapat berjalan secara efektif. Namun yang terjadi kemudian, pada tahun 2015 terjadi kembali kebakaran hutan yang mengakibatkan pencemaran asap sampai pada titik terparah dan paling buruk dari sebelumnya. Indikator tersebut dilihat dari tingkat intensitas, jumlah korban, jumlah kerugian dan persebaran dampak yang luas dari kesehatan dan lingkungan dibandingkan pada kejadian-kejadian sebelumnya.

Melihat dari rentang waktunya, AATHP dibuat di tahun 2002 dan mulai berlaku pada tahun 2003, kemudian secara lengkap keseluruhan negara anggota ASEAN tergabung dalam AATHP pada tahun 2014. Dari kurun waktu mulai tahun 2002-2013, negara anggota ASEAN banyak menilai Indonesia yang pada saat itu belum meratifikasi AATHP sebagai alasan ketidakefektifan AATHP. Hal tersebut terpatahkan setelah terjadinya kebakaran hutan pada tahun 2015 yang menunjukkan bahwa AATHP tetap gagal untuk mencegah terulang kembali terjadinya pencemaran asap akibat kebakaran hutan. Faktanya, jika dilihat satu persatu negara anggota ASEAN dalam mengimplementasikan AATHP, hanya Singapura yang secara aktif mengimplementasi AATHP menjadi kebijakan nasional dimana mengatur mengenai pencemaran asap lintas batas negara. Melihat hal tersebut, pembahasan mengenai keefektifitasan AATHP sebagai instrumen hukum pada tingkat regional kembali dipertanyakan.

Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan AATHP sulit untuk berjalan secara efektif. Pertama, aturan yang tercantum tidak detail dan tidak menyebut dengan jelas mekanisme yang harus dilakukan negara peratifikasi. AATHP sebagai sebuah perjanjian internasional memuat 32 pasal yang dibagi menjadi enam bagian. Namun, setiap bagian tidak memiliki kriteria yang konkrit sesuai dengan tujuan terbentuknya AATHP sehingga mudah memiliki perbedaan persepsi dalam memahami substansi perjanjian AATHP.

Kedua, kurangnya implementasi pada hukum nasional negara yang telah meratifikasinya. Implementasi yang kurang di setiap negara anggota menyebabkan ketaatan hukum pada AATHP sangat rendah. Dalam implementasinya, banyak pengingkaran kewajiban yang dilakukan oleh negara anggota untuk menaati ketentuan yang tertuang di dalam AATHP. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa keinginan setiap negara anggota untuk menjalankan kewajibannya masih dalam kategori rendah.

Ketiga, tidak adanya pihak ketiga untuk mengimplementasikan, menginterpretasikan dan mengaplikasikan ketentuan-ketentuan dalam AATHP. Sebenarnya, rencana pembentukan badan independen dalam mengawasi implementasi AATHP telah didiskusikan oleh ASEAN. Sebagai pihak ketiga dan independen, ASEAN berencana membentuk yang disebut sebagai ASEAN Centre. Pembentukan ASEAN Centre juga tertuang di dalam AATHP, namun badan tersebut tidak juga dibentuk.

Keempat, AATHP sebagai instrumen keamanan manusia belum mampu secara maksimal memastikan adanya jaminan bagi keamanan manusia di kawasan. Sesuai dengan tujuan utama terbentuknya AATHP, keamanan manusia menjadi instrumen penting yang perlu dilindungi sehingga penanganan dan pencegahan pencemaran asap lintas batas harus diselesaikan. Namun menjadi terhambat karena lemahnya legalitas perjanjian dan tidak adanya satu pihak manapun yang mampu menjamin keamanan manusia di tingkat kawasan ASEAN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun