Mohon tunggu...
Rifi Hadju
Rifi Hadju Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Buku Min Turobil Aqdam (2018), Tadabbur Cinta (2019), Gadis Pattani Dalam Hati (2019)

Rifi Hadju adalah nama panggung saya. Aslinya, saya Ade Rifi. Lahir di Surabaya, 21 Februari, dua puluh sekian tahun yang lalu. Saat ini sedang berkuliah di Universitas Muhammadiyah Surabaya, menempuh prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Baru sejak tahunan lalu memiliki ketertarikan di dunia kepenulisan, terutama pada irisan sastra. Sekarang disibukkan bertengkar dengan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Thalia, Wanita Bonek Pengembara

12 Desember 2018   18:46 Diperbarui: 12 Desember 2018   19:08 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thalia (23), saat berpose di Leibniz Universitat, Hannover.

Mengenai sub tema, sejatinya saya belum deng sepenuhnya dengan titik dari tema besar yang dipersembahkan ke publik. Apakah "inspiring women" adalah wanita yang identik dengan survive yang mereka lakukan di dalam tekanan-tekanan ataupun apa-apa yang seharusnya itu bukan jobdesknya, namun terpaksa mau tidak mau mereka lakukan karena tuntutan kewajiban, tanggungan, atau juga wanita-wanita yang berjiwa pemberontak untuk menyeimbangkan dan memperjuangkan implementasi dari kata "adil" itu sendiri.

Mengambil sub tema merajut dan mengejar mimpi, ada seorang rekanan wanita yang akan menjadi apa yang saya tuliskan di kata tiap kata, kalimat per kalimat, paragraf-paragraf selanjutnya.

Thalia, si Bonek wanita

Thalianandya Chairunnisa Irsyanti, atau saya lebih akrab memanggilnya Nandul. Seorang gadis mungil asal Pandaan, Pasuruan yang kini berusia 23 tahun. Awal kali mengenalnya yakni ketika kami berada di satu lingkaran besar yang sama, yang ditakdirkan menjadi supporter Persebaya Surabaya. Sekelompok supporter garis keras yang dianggap dan dikesankan buruk oleh kebanyakan masyarakat dan media massa. Ia pernah bercerita, mengapa ia memutuskan menjadi seorang supporter Persebaya yang pada saat itu satu banding sepuluh ribu seorang wanita berkenan untuk berbaur dengan arek-arek yang dijastifikasi buruk secara sepihak oleh masyarakat.

Citra buruk Bonek yang terlanjut melekat di masyarakat tentu membuat siapapun orangtua harap-harap cemas saat seorang buah hati wanitanya berangkat bersama rekan-rekannya mendukung Persebaya secara langsung di Surabaya yang saat itu masih bermarkas di Gelora 10 November, Surabaya. 

"Bonek tak seperti yang media massa beritakan. Aku selalu berada di dalam koridor yang benar dan mendukung secara sehat-sehat saja. Apalagi rekan-rekan juga memiliki rasa perlindungan dan keamanan apalagi ke saya yang wanita." katanya. Ia melanjutkan, bahwa atmosfer yang ada di dalam Persebaya, apalagi ketika Persebaya berlaga, tak bisa serta-merta diterjemahkan dengan kata-kata. "How could I describe it?" ia menegaskan.

Ceritanya berlanjut, bagaimana ketika ia melanjutkan sekolah menengah atas nya ke Kota Malang. Disanalah awal rasa mandiri nya diuji, sikap bondo nekat nya di test case oleh keadaan. Menjadi anak kost, tentu ia harus mengadaptasikan dirinya lalu juga membentuk kemanajemenan dirinya agar mampu bertahan diri baik secara mental, fisik, jasmani dan rohani. 

"Tentu nggak gampang bagi siswa yang masih SMA untuk mengimbangi waktu belajar yang tidak lagi dikontrol oleh orang tua, membagi tugas juga dan kegiatan-kegiatan diluar jam wajib, juga mengatur kehidupan sehari-hari. 

"Tapi, lagi-lagi Persebaya adalah motivasi besarku, yang menyulut semangatku agar tidak lupa dengan kewajiban, dan hasilnya aku pernah jadi juara kelas." Nandul bercerita. Di SMA itu juga, Nandul awal-kalinya mengenali Bahasa Jerman yang hal itu terus berjalan hingga ke kelas 12.

Kemudian ada sebuah seminar yang memberikan kesempatan untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri dan akhirnya memberanikan dirinya untuk menyampaikan kesempatan emas itu kepada orang tua, jika ia tertarik untuk melanjutkan kuliah di Jerman. 

"Orang tua tidak langsung meng-iyakan, karena biaya kuliah dan hidup di Eropa berbeda dan lebih mahal, sedangkan aku dari keluarga yang biasa-biasa saja secara ekonomi." 

"Aku berusaha meyakinkan orang tua kalau aku pasti bisa survive di Jerman. Selama di SMA, aku juga nyambi kerja di sebuah butik di Malang Town Square. Belajar banyak untuk lebih mengelola dan memaksimalkan waktu agar semua berjalan baik. The most valuable experience that I've got." Ia meneruskan.

Tekad bulat hijrah ke Jerman

Dengan proses yang berliku-liku, Nandul memiliki tekad yang kuat untuk mewujudkan impian, memiliki keteguhan mental untuk menghadapi tembok demi tembok yang menghambat. Tak ada perjuangan yang sia-sia, di babak penentuan yang menentukannya apakah ia bisa berkuliah di Jerman atau tidak, Nandul si gadis mungil mampu melewatinya. Ia mengurus keperluan administrasi sembari menunggu jadwal keberangkatannya ke Jerman. 

"Di masa penantian, banyak hal yang tak terduga terjadi dan mungkin ini saat-saat yang cukup sulit bagi saya dan keluarga. Usaha katering yang selama ini diandalkan, berjalan kurang baik ketika fase akan keberangkatan. Sehingga ketika aku berangkat ke Jerman pada 7 Oktober 2015 lalu, hanya membawa 1 koper berisi pakaian seadaanya dan uang sejumlah 10 juta rupiah. Bondo nekat dan doa restu dari orang tua, sampailah aku di Hannover, Jerman untuk memulai lembaran perjalananku."

"Pertama kali menginjakkan kaki di Hannover, sudah ada seorang pria yang sudah menantiku di Bandara. Namanya Sebastian, laki-laki yang aku kenal dari website chat di internet. Dia juga yang membantuku ketika aku harus dengan kilat memahami Bahasa Jerman karena keterbatasan waktu. Kesabarannya melatih dan mengajariku, menjadikan kita sambung sampai aku kuliah Bachelor atau setara S-1 di Hannover. Sebastian juga yang membantu saya ketika mengawali hari di sini, mencarikan penginapan, beradaptasi dengan iklim, dan mengenalkan seluk-beluk kota ini." 

Di Hannover, ia duduk di bangku Hochschule dan mengambil program jurusan Technology of renewable Resources. Sebuah jurusan yang mempelajari tentang biogas, bio degradable plastics, tumbuhan dan kegunaannya.

"Awal kuliah, tentu banyak sekali pengeluaran, harus membayar uang kuliah, uang penginapan dan lain-lainnya. Sehingga untuk makan pun, waktu itu uangku hanya tersisa 30 Euro (Sekitar 450 ribu rupiah) untuk biaya selama sebulan. Dengan akal Bonek, aku menyiasatinya dengan memakan roti tawar tanpa apapun dengan susu untuk menghemat pengeluaran. Susu dan roti di sini sangat murah sekali. Seliter susu sekitar 8 ribu rupiah dan se-pack roti tawar harganya 12 ribu rupiah. Bondo Nekat tok pokok'e." Katanya sambil tertawa.

Tiga bulan pertama adalah masa-masa sulitnya menjalani kehidupan di tanah orang. Karena belum mendapatkan surat izin bekerja untuk meringankan kebutuhannya selama di sana, ia tak hanya harus beradaptasi dengan iklim yang berbeda, tetapi ia juga harus menyesuaikan diri dengan nuansa perkuliahan disana apalagi terlebih kondisi keluarganya di Indonesia semakin memburuk sehingga orang tua nya harus berpindah dari Jawa Timur ke Jawa Tengah untuk berjualan soto dipinggiran stadion di Purwodadi.

"Karena aku yakin Tuhan mengantarkanku sejauh ini, bukan untuk meninggalkanku." Thalia, Bonek wanita yang kini kuliah di Hannover, Jerman.

Tiga bulan sulit berlalu, Nandul mulai menitikbalikkan keadaannya. "Aku mulai bekerja, ya karena Bahasa Jermanku yang masih buruk, aku menjadi loper koran setiap senin sampai sabtu mulai jam 3-6 pagi, lalu berlanjut kemudian menyiapkan diri untuk berangkat ke kampus." Di saat liburan musim panas 2016 lalu, aku mengisi liburan dengan bekerja di 3 tempat sekaligus selama sehari. 

Jam 6-9 pagi aku kerja di sebuah department store, lalu jam 10-15 aku berjualan sosis bakar dan roti ikan di pinggir Maschsee dan jam 17-19 aku bekerja mencuci piring di sebuah panti jompo. Mengumpulkan uang itu, aku menabungnya agar waktu perkuliahaan berjalan kembali, aku bisa lebih banyak fokus ke perkuliahan dan tidak terlalu banyak bekerja." Thalia menjelaskan.

Meskipun ia harus bekerja dan belajar, tak ada kata menyerah di dalam kamusnya, seperti yang ia yakini ketika turut memperjuangkan Persebaya hingga kini bisa kembali lagi berlaga. 

"Aku yakin Tuhan mengantarkanku sejauh ini, bukan untuk meninggalkanku. Orang tua pun selalu mendukung dan mendoakan hingga aku bisa berjalan sejauh ini. Taka da usaha yang pernah mengkhianati hasil. Di musim panas 2017 ini, aku terpilih oleh kampus untuk menjadi tutor summer school di Hangzhou, China selama 2 minggu untuk dipercaya membimbing mahasiswa dari China sebagai bekal mereka yang kuliah di Jerman (double degree program)." 

"Sekarang pun aku juga tak harus lebih disibukkan bekerja, karena aku mendapatkan beasiswa dari pemerintah Jerman selama perkuliahanku. Tak hanya itu, di tahun depan aku juga mendapatkan beasiswa dari PROMOS DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst) untuk program abroad semester selama kurang lebih 3 bulan di Swinburne University. Semua ini berkat dukungan dan restu dari orang tua dan Sebastian yang selalu ada mulai dari nol sampai sekarang."

Sebuah tamparan

Tidak ada perjuangan yang sia-sia. Iya, tak ada yang dinamakan kesuksesan ataupun kebahagiaan jika tanpa tempaan keras ataupun penderitaan bergelombang sebagai ujian merengkuh semua apa yang diinginkan. Apa yang Thalia jalani ialah satu judul dari sekian judul dan bab-bab dari tumpukan-tumpukan buku akan perjuangan hidup. 

Sebagai wanita, ia membuktikan betapa tangguhnya ia mengejar apa yang didamba-dambakannya, sebuah proses yang tak linear, dengan lebih banyak cerita yang tidak mungkin saya tuangkan seluruhnya di essay yang terbatas ini. Sadar atau tidak sadar, Thalia adalah seorang Bonek wanita yang sudah mengimplementasikan esensi dari Bonek itu sendiri, bondo nekat berjuang tanpa mengenal apa itu menyerah. Wani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun