Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Kita telah lintasi satu bulan bersama. Kita kian dekat. Banyak sekali pertemuan yang aku rencanakan. Seperti bertamu ke rumahmu, mengajakmu mencari setumpuk cemilan, atau membeli sebotol greentea.Â
Aku masih ingat ketika suatu hari, aku sengaja datang ke rumahmu saat hari mulai petang. Sebelum aku berangkat, kau memintaku untuk membawa sebuah makanan, dan aku menurutinya. Padahal aku tahu, bahwa kau hanya bercanda. Tapi aku keras kepala, lantas kuputuskan untuk membeli martabak telor.Â
Selepas makanan itu selesai dibuat, lantas kau langsung menuju kediamanmu. Setelah berada di depan gerbangmu, tiba-tiba Anti dengan baiknya membuka gerbang itu. Aku masuk. Kala itu rumahmu sedang ada Ardy dan Anty. Sedangkan Pipah menyusul.Â
Setelah makanan itu telat mendarat tepat di ruang tamumu, tak ada seorang pun yang berani dari kita untuk memulai suapan pertama. Hingga pada akhirnya, Ardy dengan gagah berani membuka kotak tersebut dan mengambil secuil martabak. Di iringi dengan kita yang sebelumnya malu-malu, akhirnya ikut mengambil dengan wajah yang ragu-ragu.
Setelah itu, kau sontak menawariku perawatan kuku tangan. Dengan cepat aku menolaknya karena malu. Jika aku menerima tawaranmu, mungkin saja wajahku bisa berubah menjadi merah, disusul keringat dingin yang bercucuran. Setelahnya kau asyik menghiasi kukumu dengan Anti dan aku pun asyik bermain gitar dengan Ardy. Tak sama berselang, tiba-tiba Pipah pun datang.
Kita minim dialog kala itu. Setika tiba menjadi asing. Aku tidak menjadi orang yang humoris seperti saat kita sedang berdua. Aku menjelma menjadi sosok pendiam dengan rasa pengecut dalam hati. Mungkin karena aku sedang tidak percaya diri, lantas aku lebih memilih bisu seribu bahasa.
Kau pun asyik mengobrol dengan Anti dan Pipah. Aku hanya bernyanyi dengan niat mengiringi obrolanmu. Setelah waktu menunjukkan pukul 21:00, kita semua mengemasi barang-barang untuk hendak kembali pulang.
Setelah sampai rumah, kau menghubungiku dengan topik meminta maaf jika merepotkan. Padahal dalam hati, aku bergumam, semestinya aku yang meminta maaf. Karena telah menjadi sosok asing yang tidak sopan. Tidak sopan karena tidak mengajak tuan rumahnya berbincang.
Dalam topik chat, kau membicarakan soal boneka rajut yang engkau dambakan. Lalu kau pun mengunggah sebuah gambar boneka tersebut seraya berkata,
"Tuh aku pingin bikin boneka gitu atau gak apalah yang rajut gitu." Ujarmu,Â
"Itu bagus, coba iseng bikin begituan." Kataku.Â