Mohon tunggu...
Rifdah Adharsi
Rifdah Adharsi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rinuk dan Tanggung Hidup Nenek Wirma Wati: Menyelam di Laut Hidup yang Gelap

13 Desember 2023   11:47 Diperbarui: 13 Desember 2023   12:07 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama Nenek Wirma (dok. pribadi)

Di pedalaman desa SaningBaka terdapat dramatis nenek bernama Wirma Wati, yang akrab disapa Nenek Rinuk. Lahir pada 21 Desember 1959, usianya yang mencapai 70 tahun tidak mampu
meredam semangatnya dalam mengejar mata pencaharian yang tak pernah dipilihnya penangkapan Rinuk.

Pada tahun 1966, Nenek Rinuk memulai perjalanan hidupnya di lautan gelap ketidakpastian. Setiap pagi, seiring embun subuh, Tanggung Rinuk, senjatanya yang setia, menyelam di dalam air untuk mencari rejeki. Namun, di balik senyuman yang selalu terpampang di wajahnya, Nenek Rinuk harus menanggung berbagai liku-liku kehidupan yang tak pernah memberinya jalan mudah.

Tiap subuh, seolah-olah dunia masih terlelap, Nenek Rinuk menghidupkan petualangannya dengan ritual khusus. Dengan langit yang masih gelap dan bintang-bintang sebagai saksi bisu, dia bersabda pada Tanggung Rinuk, alat yang sudah menjadi temannya sejak lama. Subuh jam 4, sebuah panggilan tak tertulis yang menghubungkan Nenek Rinuk dengan samudra kehidupannya.

“Subuh adalah saat-saat di mana lautan masih tertidur, dan saya berbicara pada Tanggung Rinuk, ‘Hari ini, kita akan menangkap kebahagiaan di tengah gelombang.’ Subuh jam 4, saat hati-hati lautan membuka pintu rahasianya untuk kita.”

Kehilangan suami dan anaknya memberikan sentuhan dramatis pada perjalanan hidupnya. Namun, Nenek Rinuk tetap melangkah maju, berani menghadapi ombak kehidupan yang kadang menghantamnya dengan keras. Setiap tangkapan Rinuk menjadi simbol perjuangan, mengingatkan bahwa dalam laut gelap kehidupan, kadang kita menemukan kilauan harapan.

“Suami dan anakku adalah bintang-bintang yang meninggalkan langitku. Meski mereka telah pergi, setiap tangkapan Rinuk adalah cara saya berbicara pada mereka, membuktikan bahwa cinta dan keberanian mereka hidup dalam setiap goyangan Tanggung Rinuk. Ini adalah perjalanan saya sendirian, tapi mereka selalu bersamaku dalam setiap ombak hidup.”

Tanggung Rinuk, alat setia Nenek Wirma Wati, bukan sekadar sepotong kayu dan tali. Ini adalah senjata utamanya dalam menaklukkan lautan yang kerap kali mempertaruhkan hidupnya. Dibalut dengan sejarah panjang profesi penangkapan Rinuk, Tanggung Rinuk adalah manifestasi dari seni dan keterampilan yang telah dikuasai Nenek Rinuk sejak masa muda.

Melalui mata dan tangan yang terampil, Nenek Rinuk telah mengasah keterampilannya dalam menggunakan Tanggung Rinuk dengan ukuruan yang sangat besar ini. Ukurannya mencapai 2 meter. Dengan ketepatan yang luar biasa, ia mampu menghadapi berbagai situasi sulit dan menangkap Rinuk dengan presisi yang hanya bisa dicapai oleh para ahli.

“Kau lihat ini, nak? Setiap goyangan ini adalah doa dan perjuangan. Tanggung Rinuk tidak hanya menangkap ikan, tapi juga mengukir kisah hidup saya di atas samudra kehidupan,” kata Nenek Rinuk kepada saya sambil memperlihatkan gerakan khas yang telah menjadi tanda tangan keterampilannya.

Pernah diundang di TV, tapi bayarannya tidak seberapa. Di satu sisi, sorotan televisi mungkin terlihat seperti puncak keberhasilan bagi banyak orang, tetapi bagi Nenek Rinuk, panggung televisi hanyalah pintu masuk ke dunia di mana bayaran tidak selalu sebanding dengan perjuangan sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun