Disusun oleh: Andrea Fahira Hanareza, Bella Azalia, Rifda Galuh Syafawani.
Occupational Health and Safety Department, Faculty of Public Health Universitas Indonesia, C Building Kampus Baru UI Depok 16424, Indonesia.
UMKM saat ini sangat didorong kemajuannya oleh Pemerintah. Tidak aneh, karena tak hanya di Indonesia, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memang telah menjadi tulang punggung di berbagai negara di kawasan Asia. Perkembangan UMKM terjadi dengan sangat pesat dan telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan roda perekonomian negara.Â
Namun, perkembangan yang pesat ini rupanya tidak menjamin perkembangan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di UMKM. ILO mengatakan bahwa 20% kecelakaan lebih sering terjadi pada perusahaan yang memiliki kurang dari 100 karyawan dan 40% lebih sering terjadi pada perusahaan dengan kurang dari 1000 karyawan. Hal ini menyebabkan pekerja UMKM menjadi rentan terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
UMKM di Indonesia sendiri masih memiliki tantangan yang harus ditangani dengan serius. Misalnya, terdapat Safety Silence Motives (SSM). Masih asing, ya, mendengar SSM? SSM mengacu pada sikap pekerja yang enggan untuk melaporkan masalah keselamatan yang mereka alami kepada atasan mereka. Tingginya SSM menunjukkan bahwa pekerja tidak merasa termotivasi untuk berperan aktif dalam meningkatkan kondisi keselamatan di tempat kerja mereka.Â
Tidak hanya dari sisi pekerja, tantangan juga hadir dari sisi regulasi yang ada. Sulitnya implementasi regulasi keselamatan kerja di UMKM juga disebabkan karena lebih banyak regulasi ditujukan kepada perusahaan-perusahaan besar dan terkadang tidak cocok untuk diterapkan dalam skala UMKM.
Sejauh ini, bagaimana implementasi K3 di UMKM di negara berkembang lainnya?Â
Sama seperti di Indonesia, di negara berkembang lain, implementasi K3 pada sektor UMKM masih belum maksimal. Misalnya di Pakistan, implementasi K3 terutama hanya dilaksanakan dalam pemeliharaan lingkungan kerja saja, terutama terkait kebisingan, pencahayaan, dan ventilasi udara. Hal ini dilakukan sebagai bentuk usaha pemenuhan regulasi dan standarisasi K3.Â
Sementara penyediaan APD dan pelatihan terkait keterampilan K3 belum banyak dilakukan. Padahal, kedua hal ini termasuk dalam bentuk investasi yang  menguntungkan. Misalnya, dengan diadakan pelatihan terkait kebakaran, pekerja jadi tahu apa tindakan pertama yang harus dilakukan ketika menunggu pemadam kebakaran datang. Ini bisa mengurangi kerugian yang ditimbulkan. Namun, tentunya, ini pun disebabkan oleh keterbatasan SDM dan finansial perusahaan.Â
Lantas, bagaimana implementasi K3 di UMKM di negara maju?
Berbeda dengan negara berkembang, implementasi K3 pada UMKM di negara maju cenderung diberlakukan berbeda dari perusahaan-perusahaan besar lainnya. Hal ini didorong oleh kesadaran mereka pada sulitnya kemampuan finansial UMKM untuk mencapai standar keselamatan yang sama dengan perusahaan-perusahaan besar dan menengah.Â
Misalnya di Tiongkok, implementasi K3 menggunakan metode yang bernama Perceived Organization Support for Safety (POSS) dan Person-Organization Safety Fit (POSF). Apa perbedaan kedua metode tersebut? POSS berfokus pada sejauh mana dukungan perusahaan dalam meningkatkan iklim keselamatan di tempat kerja, yang mana nantinya akan membuat pekerja merasa dihargai dan diperhatikan keselamatannya. Hal tersebut berkaitan dengan timbal balik antara pekerja dengan perusahaan. Sementara itu, POSF dilakukan dengan cara menyesuaikan standar keselamatan antara pekerja dan perusahaan, guna memastikan pekerja memiliki perilaku keselamatan yang lebih baik.
Untuk mengimplementasikan metode-metode tersebut, sebenarnya terdapat beberapa hal yang perlu menjadi fokus untuk ditingkatkan.Â
Pertama, perlu adanya sumber daya yang memperkuat keselamatan kerja di perusahaan; misalnya, dengan diberikan edukasi mengenai keselamatan saat bekerja dan pengurangan punishment agar pekerja tidak merasa dikekang.
Kedua, perlu adanya pengawasan dari pemerintah secara langsung yang dikhususkan untuk penerapan K3 di UMKM; misalnya, dengan penyediaan pelatihan keselamatan yang disubsidi dari pemerintah.
Terakhir, perlu dilakukan promosi kesehatan dan keselamatan di tempat kerja untuk memperbaiki perilaku keselamatan kerja di UMKM.Â
Jadi, bagaimana sebaiknya implementasi K3 di UMKM di Indonesia?
ILO menyebutkan bahwa implementasi K3 yang efektif dapat dilakukan melalui program K3 yang terjangkau oleh pemilik usaha, mudah diakses, dan disesuaikan dengan kebutuhan tiap UMKM. Namun, kedua hal ini pastinya membutuhkan pemahaman yang baik dari pemilik usaha agar dapat diimplementasikan. ILO pun menyatakan bahwa keterbatasan sumber daya memang menjadi salah satu tantangan besar untuk implementasi K3 di UMKM. Namun, terdapat beberapa rekomendasi program yang dapat menjadi inspirasi dalam meningkatkan K3 pada sektor UMKM di Indonesia, bahkan beberapa sudah diterapkan di negara lain di kawasan Asia.
Melakukan diskusi dan peer guidance
ILO menyarankan partisipasi aktif dari pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja dalam mendiskusikan kebijakan terkait K3 untuk UMKM. Ini termasuk upaya bersama dalam mengidentifikasi solusi yang sesuai dengan konteks UMKM di Indonesia. Semantara itu, peer guidance (bimbingan sesama) dapat menjadi alat yang efektif dalam meningkatkan kesadaran K3. Pemberi kerja dan pekerja dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman melalui diskusi kelompok.
Menambahkan pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada sistem pendidikan
Pemerintah dapat memainkan peran kunci dalam menyediakan dasar keilmuan K3 dalam sistem pendidikan umum maupun pendidikan kejuruan. Ini akan membantu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan pekerja sejak dini.
Person-Organization Support for Safety (POSS)
Program ini melibatkan perusahaan dalam membangun kepercayaan kepada pekerja. Pekerja diberikan hadiah saat mereka menerapkan perilaku keselamatan. Hadiah dapat berupa apresiasi, insentif, dan sebagainya. Dengan demikian, pekerja menjadi lebih termotivasi untuk bekerja dengan selamat dan sehat.
Referensi
Ansori, N., Widyanti, A. and Yassierli (2020). The Role of Safety Silence Motives to Safety Communication and Safety Participation in Different Sectors of Small and Medium Enterprises. Safety and Health at Work, 12(2). doi:https://doi.org/10.1016/j.shaw.2020.10.001.
ASEAN Organization. "Development of Micro, Small, and Medium Enterprise in ASEAN." Asean.org, 2020, asean.org/our-communities/economic-community/resilient-and-inclusive-asean/development-of-micro-small-and-medium-enterprises-in-asean-msme/.
Asia Small and Medium-Sized Enterprise Monitor 2021. Nov. 2021, https://doi.org/10.22617/sgp210459-2.
Ahmed, T., Hoque, A.S.M., Karmaker, C.L., Ahmed, S., 2023. Integrated approach for occupational health and safety (OHS) risk Assessment: An Empirical (Case) study in Small enterprises. Saf. Sci. 164, 106143.
Gopang, M.A. et al. (2017) 'An assessment of occupational health and safety measures and performance of SMEs: An empirical investigation', Safety Science, 93, pp. 127--133. Available at: https://doi.org/10.1016/j.ssci.2016.11.024
Health and Safety Executive UK (2021). Benefits and costs: Leading Health and Safety at Work. [online] Hse.gov.uk. Available at: https://www.hse.gov.uk/leadership/benefits.htm.
Hou, Y., Khokhar, M., Khan, M., Islam, T., & Haider, I. (2021). Put Safety First: Exploring the Role of Health and Safety Practices in Improving the Performance of SMEs. SAGE Open, 11(3). https://doi.org/10.1177/21582440211032173Â
ILO, 2020. Improving Safety and Health in Micro-, Small and Medium-Sized Enterprises: An overview of initiatives and delivery mechanisms. International Labour Office, Geneva.
Kah, K.N. et al. (2018) 'Managing occupational safety and health (OSH) culture practices at small and medium (S&M) Malaysia manufacturing sector', Journal of Human Capital Development (JHCD), 11(1), pp. 79--90.
Li, W., Zhou, T., Mei, Q. et al. Evolution of micro and small enterprises' work safety behavior in high-risk industries. Small Bus Econ 60, 85--104 (2023). https://doi.org/10.1007/s11187-022-00638-1
Nagayya, D. "Small and Medium Enterprises Inclusive Growth in the Globalisation Era." SEDME (Small Enterprises Development, Management & Extension Journal): A Worldwide Window on MSME Studies, vol. 40, no. 1, Mar. 2013, pp. 59--96, https://doi.org/10.1177/0970846420130106.
Nguyen, N.T., Vu, V.H., 2023. How does adopting occupational health and safety management practices affect outcomes for employees? The case of Vietnamese SMEs. Int. Rev. Econ. Financ. 83, 629--640.Â
Nowrouzi-Kia, B., Nadesar, N. and Casole, J. (2019). Systematic review: Factors Related to Injuries in small- and medium-sized Enterprises. International Journal of Critical Illness and Injury Science, 9(2), p.57. doi:https://doi.org/10.4103/ijciis.ijciis_78_18.Â
Savira, Y.M., Tejamaya, M. and Putri, A.A. (2021). A Case study: Chemical Health Risk Assessment in Three Footwear Small Industries in Bogor-Indonesia Year 2019. Gaceta Sanitaria, 35(S2), pp.S374--S378. doi:https://doi.org/10.1016/j.gaceta.2021.10.054.
Thepporn Jaroenroy, & Chutarat Chompunth. (2019). AN ALTERNATIVE INTEGRATED OCCUPATIONAL HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENTAL MANAGEMENT SYSTEM FOR SMALL AND MEDIUM-SIZED ENTERPRISES (SMEs) IN THAILAND. GEOMATE Journal, 17(62), 84--91. Retrieved from https://geomatejournal.com/geomate/article/view/664
Wang, Q., Mei, Q., Liu, S. and Zhang, J. (2018). Analysis of Managing Safety in Small Enterprises: Dual-Effects of Employee Prosocial Safety Behavior and Government Inspection. [online] BioMed Research International. Available at: https://www.hindawi.com/journals/bmri/2018/6482507/.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H