. Halo Sobat Genzi.....
Di tengah maraknya pembangunan dan kemajuan teknologi, ada satu masalah kesehatan yang sering kali terabaikan di Indonesia yaitu anemia. Meskipun tidak selalu terlihat di permukaan, anemia mempengaruhi jutaan orang dan memiliki dampak yang mendalam pada kualitas hidup mereka. Mengapa masalah ini masih terabaikan, dan apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya?Â
Mari kita telusuri lebih dalam krisis kesehatan yang tersembunyi ini.
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi. Pada tahun 2018, sekitar 26,8% anak usia 5-14 tahun menderita anemia. Angka tersebut juga mencakup wanita usia reproduksi dan ibu hamil, dengan prevalensi masing - masing mencapai 22,7% dan 37,1%. Prevalensi tersebut menunjukkan bahwa anemia adalah masalah kesehatan yang serius dan memerlukan perhatian lebih dari berbagai pihak.
Penyebab AnemiaÂ
Penyebab utama anemia di Indonesia meliputi:
- Kekurangan Zat Besi: Pola makan yang kurang gizi dan rendah zat besi menjadi penyebab utama anemia. Banyak masyarakat Indonesia yang mengonsumsi makanan pokok seperti nasi yang rendah kandungan zat besinya, tanpa diimbangi dengan konsumsi sumber zat besi hewani seperti daging merah.
- Infeksi: Infeksi cacing dan malaria juga berkontribusi signifikan terhadap tingginya angka anemia. Infeksi cacing dapat menyebabkan kehilangan darah kronis, sementara malaria dapat menyebabkan penghancuran sel darah merah.
- Faktor Sosial Ekonomi: Kemiskinan dan kurangnya akses terhadap makanan bergizi memperburuk kondisi ini. Banyak keluarga yang tidak mampu membeli makanan bergizi atau tidak memiliki pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang.
Dampak AnemiaÂ
Anemia memiliki dampak yang luas terhadap kesehatan dan produktivitas. Pada ibu hamil, anemia dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan persalinan, serta berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan janin. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita anemia berisiko lebih tinggi mengalami berat badan lahir rendah atau yang biasa disebut BBLR dan perkembangan kognitif yang terhambat. Pada anak-anak, anemia dapat menghambat perkembangan kognitif dan fisik, serta menurunkan produktivitas di kemudian hari. Anak-anak yang menderita anemia cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih rendah dan lebih sering absen dari sekolah.
Upaya Pencegahan dan Penanganan
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi anemia di Indonesia, antara lain:
- Suplementasi Zat Besi: Pemberian tablet tambah darah (TTD) kepada wanita usia subur dan ibu hamil. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin dan mencegah anemia.
- Fortifikasi Makanan: Penambahan zat besi pada bahan makanan pokok seperti tepung terigu. Fortifikasi makanan adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan asupan zat besi dalam populasi.
- Edukasi Gizi: Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pola makan seimbang dan kaya zat besi. Edukasi gizi dapat dilakukan melalui berbagai media, termasuk kampanye kesehatan, penyuluhan di sekolah, dan program televisi.
- Pengendalian Infeksi: Program pengendalian infeksi cacing dan malaria melalui pemberian obat cacing secara rutin dan distribusi kelambu berinsektisida. Pengendalian infeksi adalah langkah penting untuk mencegah anemia yang disebabkan oleh infeksi.
Tantangan dalam PenangananÂ
Anemia Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, masih terdapat banyak tantangan dalam penanganan anemia di Indonesia. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang anemia dan pentingnya gizi seimbang. Banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa mereka menderita anemia atau tidak tahu cara mencegahnya. Selain itu, distribusi suplementasi zat besi dan program fortifikasi makanan sering kali tidak merata, terutama di daerah terpencil.
Rekomendasi Kebijakan
Untuk mengatasi anemia secara efektif, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Peningkatan Akses terhadap Makanan Bergizi: Pemerintah perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan bergizi melalui program subsidi pangan dan peningkatan produksi pangan lokal.
- Edukasi Gizi yang Intensif:Â Program edukasi gizi perlu diperluas dan ditingkatkan, dengan fokus pada kelompok rentan seperti wanita usia subur, ibu hamil, dan anak-anak.
- Penguatan Sistem Kesehatan: Sistem kesehatan perlu diperkuat untuk memastikan distribusi suplementasi zat besi dan program fortifikasi makanan berjalan dengan baik. Ini termasuk peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan infrastruktur kesehatan.
- Kolaborasi Multi-Sektor: Penanganan anemia memerlukan kolaborasi antara berbagai sektor, termasuk kesehatan, pendidikan, pertanian, dan ekonomi. Pendekatan multi-sektor dapat memastikan bahwa semua aspek yang mempengaruhi anemia dapat ditangani secara holistik.
KesimpulanÂ
Anemia adalah krisis kesehatan yang terabaikan di Indonesia. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, prevalensi anemia masih tinggi dan memerlukan perhatian lebih dari berbagai pihak. Peningkatan akses terhadap makanan bergizi, edukasi gizi, dan program kesehatan yang komprehensif sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat mengurangi prevalensi anemia dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H