Mohon tunggu...
Rifda ZulfaniAisyah
Rifda ZulfaniAisyah Mohon Tunggu... Penulis - Fresh graduate of International Relations

International Relation Departmen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sistem Pemilihan Khalifah

7 November 2019   19:45 Diperbarui: 24 Juni 2021   21:54 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(unsplash/abdullah-oguk)

Rasululah SAW adalah pemimpin seluruh umat yang membawa wahyu Allah berupa Al-Qur'an. Setelah sepeninggal beliau, kepemimpinan digantikan oleh para sahabat dan seterusnya. 

Sementara beliau tidak meninggalkan pesan tentang siapa yang akan menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin bukan rasul. Dalam Al-Qur'an dan hadits pun tidak terdapat petunjuk tentang cara menentukan pemimpin umat sepeninggal beliau. Dan akhirnya para sahabat mengadakan musyawarah yang membahas pergantian pemimpin yang jatuh pada khulafaur rasyidin.

Pemilihan khalifah atau pemimpin harus ditinjau dari beberapa aspek. Anggota al-hall wa alaqd atau parlemen atau pihak yang berhak memilih, harus mengadakan sidang untuk pemilihan khalifah, mereka harus mempelajari data pribadi orang yang memiliki kriteria sebagai seorang pemimpin, kemudian mereka memilih siapa diantara mereka yang paling banyak lengkap memenuhi kriteria, paling dipilih rakyat dan mereka tidak menolak membaitnya. 

Baca juga :Menggelorakan Kembali Peran Khalifah di Bumi Indonesia

Sebagai umat Islam, salah satu tugas yang terpenting yaitu memilih kepala negara atau khalifah dengan musyawarah yang sesuai dengan ajaran Allah SWT. Kepemimpinan suatu negara tidak boleh kosong dalam keadaan apapun. Jika kosong, maka umat Islam wajib untuk memilih penggantinya. 

Diantara cara pengangkatan khalifah yang telah terjadi dalam sejarah politik Islam ada tiga jalan, yaitu :

  1. Pemilihan oleh mereka yang berhak memilih
  2. Penyerahan oleh khalifah terdahulu kepada putranya atau seseorang dari keluarganya yang bisa disebut "waliyatul 'ahdi" atau keputra mahkotaan.
  3. Perebutan jabatan khilafah atau kepemimpinan oleh seorang dengan kekerasan.

Ahl Sunnah menetapkan pemimpin melalui kesepakatan dan pemilihan. Mereka berpegang pada ketentuan syura sebagai landasan kepemimpinan dan menunjuk Qs. Asy-Syura : 38 dan Ali Imran : 146 sebagai dalil. Yang menjelaskan bahwa pemimpin adalah hasil musyawarah, tidak perlu ditunjuk oleh nash. 

Baca juga : Kebijakan Perekonomian Para Khalifah

Umat boleh memilih pemimpin yang disepakatainya. Sementara Syi'ah menetapkan pemimpin melalui keterangan agama dan petunjuk.Mereka tidak mempunyai konsepsi yang jelas tentang ketentuan-ketentuan musyawarah, siapa yang memilih dan berapa jumlah orang yang sepakat.

Sedangkan alasan mengakhiri kepemimpinan seorang khalifah belum diketahui.  Sebab dalam sejarah empat khulafa al-Rasyidin tidak juga terdapat petunjuk atau contoh tentang cara bagaimana mengakhiri masa jabatan seorang kepala Negara. 

Mereka berempat semuannya mengakhiri masa tugasnya karena wafat. Abu Bakar meninggal setelah hampir dua setengah tahun memerintah, sedangkan Umar, Usman dan Ali berakhir kekhalifahannya karena mati terbunuh setelah masing-masing memerintah selama sepuluh tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun