Muahammad Faisal melanjutkan penegasannya bahwa 80% bahan baku yang diperlukan oleh pedagang didapat dari pasar-pasar di Samarinda, seperti pasar pagi dan pasar segiri, hal itu juga membuat adanya keuntungan layaknya efek domino dari satu sistem ke sistem lainnya. Karena pemerintah juga menyarankan para pedagang untuk menggunakan produk dalam negeri.
“Selain itu 80% bahan baku yang di pakai pedagang kan dapatnya dari pasar pagi sama pasar segiri tuh, jadi banyak yang untuk dari pembuatan kawasan food truck ini mulai dari pebisnis food truck, masyarakat yang mencari kuliner, pedagang dipasar, dan bahkan pemerintah juga untung nantinya” lanjut Faisal.
Tantangan yang hadir dari adanya kawasan food truck di Samarinda adalah pedagang dituntut untuk lebih kreatif dalam menemukan makanan yang baru karena orang-orang yang ada di dalam industri kreatif seperti ini memiliki tuntutan untuk menemukan hal-hal baru sehingga para pelanggan tidak bosan dengan produk yang telah ada. Selain itu tantangan lainnya kawasan food truck ini memakan lahan yang cukup besar sejalan dengan pemakaian sebuah truk yang dipakai dalam konsep bisnis ini memiliki ukuran yang cukup besar.
Faisal berharap pengadopsian inovasi dari luar ini dapat menjadi contoh untuk pedagang-pedagang reguler agar dapat berdagang dengan rapi, bagus, memperhatikan sampah, higenis, dan tidak terlihat kumuh. Selain itu agar pedagang lebih termotivasi untuk membuat Samarinda lebih rapi dan bersih. Ia juga berharap agar adanya food truck ini juga menjadi sarana mempromosikan kota Samarinda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H