Mohon tunggu...
Rifa Uluwiyah
Rifa Uluwiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Tuhan mengijinkan matahari menyengat tapi pohon menawarkan keteduhan Anggap, ini adalah ruang kontemplasi, agar perenungan mendalam kita berperan Ini bukan tipuan psikologis tapi anugrah teologis,karena hidup adalah keajaiban konstan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kereta Cinta

29 Juli 2022   20:54 Diperbarui: 13 Desember 2024   20:46 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara Teologi, kereta mewakili faham fatalisme (jabariyyah) yang cukup sempurna. Kereta bergerak dan berhenti pada jalur, tempat, dan waktu yang terpola. Kita tidak bisa mengendalikan perjalanannya sesuai kehendak kita.

Cinta merupakan pembicaraan yang selalu bersifat kontroversial, inspiratif dan aktual. Persoalan cinta sepertinya semua orang pernah membicarakan tentang cinta baik dewasa atau remaja, miskin atau kaya, dimabuk cinta atau gagal cinta. Secara keilmuan, cinta banyak dibicarakan oleh para pakar keilmuan. Seperti psikologi, seniman, agamawan dan filosof 

Menurut Ibnu Arobi, Cinta itu logis secara arti walaupun tidak dapat didefinisikan. Cinta dapat dipahami dengan rasa (perception) tanpa ketidaktahuan.

Kaitannya dengan cinta, sepertinya kita suka berpikir bahwa hidup kita akan terlihat seperti jalur kereta yang panjang, mulus, dan tidak terputus yang terbentang di depan (utopia). Padahal, jalur kereta selalu beriringan dengan terowongan gelap gulita (distopia).

Kemudian, Stasiun melambangkan bahwa seseorang dapat pergi dari satu titik ke titik lain, kemudian berlalu. Seperti itulah Cinta, kita dipertemukan di stasiun A, kita tidak tahu siapa yang akan turun terlebih dahulu di stasiun B. Sebab, pertemuan ini dirancang untuk temporal kronikal, bukan abadi.

Sebagai dramatisasi petualangan spiritual dan emosional, kereta menyediakan ruang yang tepat untuk bermeditasi dan berkontemplasi tentang hakikat perjalan hidup kita. Bagi Michael Foucault, kereta merupakan heteropia. Ada ruang lain antara utopia dan distopia.

Bila tiba waktunya, naik kereta harus siap turun, seperti halnya perjalanan cinta, harus siap BERAKHIR. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun