Kalimantan dan Sumatra menjadi primadona sebagai area yang digunakan untuk menghasilkan kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari luas perkebunan kelapa sawit yang ada di kedua dataran tersebut.
Tanaman asal Afrika ini menjadi sangat populer karena menjadi bahan utama untuk menghasilkan berbagai produk yang kita jumpai di rumah kita mulai dari dapur hingga kamar mandi. Namun, beberapa tahun kebelakang, komoditas ini dihantam angin keras yang bernama kelestarian.
Banyak pihak yang menyudutkan komoditas ini sebagai komoditas perusak yang dapat mengancam keberlangsungan lingkungan di Indonesia.
Memang harus diakui, bahwa perkembangan komoditas kelapa sawit ini berkembang sangat pesat yang menyebabkan permintaan akan lahan untuk ditanami kelapa sawit menjadi tinggi dan mengancam keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
Tata kelola lahan Indonesia yang sedang menjalani proses, tahun demi tahun, dihadapkan dengan permintaan tinggi akan lahan dan perkembangan ekonomi menjadi korban. Perencanaan yang kurang matang menghasilkan beberapa kejadian seperti di beberapa kabupaten di Kalimantan Tengah yang mengalami defisit lahan akibat berkembangnya perkebunan kelapa sawit sebelum tahun 2011.
Hal tersebut tidak hanya terjadi di Kalimantan Tengah, Riau sebagai daerah dengan luasan terbesar area sawit di Indonesia yang mencapai 1,046,373 hektar (data BPS 2015) juga menghadapi hal yang serupa.
Permasalahan mulai dari buruknya pengelolaan lahan gambut, kebakaran hutan, dan hilangnya keanekaragaman hayati menjadi topik yang dibahas sebagai dampak dari penanaman sawit yang tidak lestari.
Pemerintah dalam hal ini tidak tinggal diam. Beberapa kebijakan reforma agraria sudah diformulasikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk memperbaiki tata kelola lahan khususnya untuk perkebunan sawit. Inpres moratorium sawit dan juga perhutanan sosial menjadi alternatif kebijakan untuk mencapai tata kelola lahan dan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan. Pemerintah daerah pun direkomendasikan untuk melaksanakan hal tersebut dan berinovasi untuk mencapai kelapa sawit lestari.
Inisiatif yang patut diapresiasi adalah dideklarasikannya Kabupaten Siak sebagai Kabupaten hijau. Pemerintah Kabupaten Siak tidak main-main dalam usahanya mencapai Kabupaten hijau (Green District). Siak sebagai Kabupaten Hijau tertuang dalam Peraturan Bupati Siak Nomor 22 Tahun 2018.
Banyak hal menarik yang dapat kita simak dari peraturan yang terdiri dari sepuluh halaman ini. Dalam peraturan ini tertuang zonasi, strategi, arah kebijakan dan indikator menuju Siak Hijau.
Dalam hal strategi, Kabupaten Siak berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan seperti perambahan, pembalakan, kebakaran dan juga illegal land tenure.
Hal ini akan diterjemahkan kedalam sebuah roadmap sebagai produk dari Peraturan Bupati sebagai pedoman untuk tercapainya Kabupaten Siak Hijau sebelum pelantikan pemerintahan yang baru tahun 2019.
Hal lain yang patut untuk diapresiasi adalah Peraturan ini sudah memuat secara solid pendekatan yang akan mereka gunakan untuk penentuan dan perlindungan area High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) dan juga ISPO/RSPO.
Spesifikasi yang tertulis dalam Peraturan mengisyaratkan bahwa petani dan pengusaha kelapa sawit dalam hal ini akan secara intensif melaksanakan pelatihan dan menerapkan sertifikasi ISPO/RPSO untuk mencapai standar yang digunakan oleh nasional/internasional untuk menjual kelapa sawit yang dihasilkan oleh petani (besar maupun kecil).
Pemerintah daerah juga memberikan fokus lebih untuk praktik perkebunan rakyat dengan memfasilitasi petani dengan pengetahuan tentang ISPO/RSPO. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah untuk mencegah praktik-praktik illegal dan tidak lestari di Kabupaten Siak.
Kabupaten Siak merupakan salah satu Kabupaten yang berkomitmen untuk menjadikan daerahnya menjadi pionir dalam hal kelestarian perkebunan. Diharapkan, dengan munculnya Perbup ini menjadi satu pemicu untuk memunculkan komitmen-komitmen konkret lainnya untuk memperbaiki tata kelola lahan khususnya untuk perkebunan sawit di Indonesia.
***
Tulisan Santai
Rifat Aldina
Pasar Minggu, 6 November 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H