Kubiarkan tubuh tidur terlentang; menunggu mimpi
ketika mataku berada diantara tidur dan sadar
dan, mata itu mencetak satu kenangan
saat kita sama-sama menderita
sebuah meridian dari segenap mimpi
Kulihat pertemuan dua wajah saling selingar sunyi di dalam mimpi
bertik-tak dalam ketukan jarum jam
setelah itu engkau pun pergi
Aku termenung dalam lambaian tangan
menyulam malam hari tanpa arti
harapan dan derita menindih memori
hanya ilusi menabir segenap mimpi.Â
Annuqayah, 01-11-23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!