Tidak ada yang menyangka bahwa Reuni Akbar 212 tahun 2018 dihadiri oleh lautan manusia yang bahkan lebih banyak dari Aksi Damai Bela Islam 212 tahun 2016. Ada media yang mengatakan bahwa Reuni Akbar 212 kali ini dihadiri ribuan peserta, lalu ada juga yang mengatakan bahwa Reuni Akbar 212 kali ini dihadiri jutaan peserta.Â
Bagi penulis perdebatan angka itu tidak terlalu penting, yang jelas dilihat mata telanjang adalah bahwa Reuni Akbar 212 itu dihadiri oleh banyak sekali manusia, area Monas dan sekitarnya dipenuhi oleh lautan manusia. Lautan manusia yang berkumpul disana jelas sekali tidak bisa disepelekan pengaruhnya terlebih lagi pengaruh sosial dan politiknya.
Siapa lautan manusia yang menghadiri Reuni Akbar 212 tersebut? mereka adalah Umat Islam. Mereka sudah dikondisikan jauh-jauh hari oleh para Ulama, Ustadz, Tokoh, dan Aktivis Gerakan Islam untuk menghadiri Reuni Akbar 212 tersebut. Apa tema besarnya yang juga merupakan motivasi untuk hadir dalam acara tersebut? yaitu Persatuan Umat Islam di bawah Bendera Tauhid (Ar-Royah).
Memang ada sebagian kalangan yang mengatakan kalau Reuni Akbar 212 ditunggangi kepentingan politik pragmatis lima tahunan. Penulis sendiri tidak akan membantah itu karena memang aura itu ada. Namun aura kepentingan politik pragmatis lima tahunan tersebut hanyalah angin lalu bila dibandingkan dengan spirit atau semangat sebenarnya yang dominan dalam Reuni Aksi 212 tersebut.
Spirit atau semangat tersebut adalah spirit Islam berupa semangat Persatuan Umat Islam, semangat Kebangkitan Umat Islam, semangat Bela Islam, semangat Hijrah, dan yang terpenting adalah semangat Dakwah Islam. Hal-hal tersebut adalah aura atau spirit atau semangat yang mendominasi dari Reuni Akbar 212. Tidak ada yang akan membantah hal ini-setidaknya dalam hatinya-bila ia melihat dari sisi yang jujur dan ideologis.
Dakwah Islam bagaimanapun juga adalah musuh dari gerakan sekuler-liberal di Indonesia sebagaimana gerakan sekuler-liberal adalah musuh nyata Dakwah Islam. Maka dari itu Dakwah Islam yang terkonsolidasi pasti menjadi mimpi buruk bagi gerakan sekuler-liberal di Indonesia dalam menjalankan wacana dan agendanya.
Mengapa demikian? ini karena agenda Dakwah Islam adalah mengajak manusia untuk dekat dengan Islam dan menjalankan Syariat-syariat Islam. Sedangkan agenda dari gerakan sekuler-liberal adalah membodohi manusia untuk jauh dari agama khususnya Islam dan mencuci otak umat Islam agar meninggalkan  Syariat-syariat Islam bahkan dibuat antipati terhadap Syariat Islam.
Itulah mengapa juga masih ada sebagian kalangan yang konsisten nyinyir, gerah, sentimen, dan benci terhadap Gerakan Islam yang terkonsolidasi secara alamiah oleh Spirit Aksi 212. Bisa jadi kalangan tersebut adalah bagian dari gerakan sekuler-liberal atau paling tidak adalah pendukung gerakan sekuler-liberal.
Akhir-akhir ini kita telah melihat agenda dan wacana dari gerakan sekuler-liberal banyak yang dimentahkan dengan mudah oleh Umat Islam yang sudah terkonsolidasi Gerakan Dakwahnya. Agenda dan wacana gerakan sekuler-liberal tersebut adalah LGBT, pluralisme (dikemas dalam banyak kedok semisal Islam Nusantara, Islam Moderat dsb.), feminisme (penolakan atau perendahan jilbab, poligami, nikah muda, dsb), adu domba Umat Islam, penolakan perda syariah, wacana radikalisme, dan yang paling anyar adalah penjauhan Umat Islam terhadap simbol/Rayah kebanggaannya dengan pembakaran Bendera Tauhid.
Agenda dan wacana dari gerakan sekuler-liberal itu semuanya dihadang dengan gempuran yang sangat besar oleh Umat Islam, Tokoh Islam, Gerakan Islam, dan para Ulama yang telah terkonsolidasi dengan sangat baik semenjak Aksi Bela Islam 212 tahun 2016. Inilah yang menyebabkan para pentolan sekuler-liberal frustasi sehingga mereka mulai mengunakan cara-cara tidak etis/dungu dan pemaksaan untuk menghadang gerakan umat Islam dan Dakwah Islam.