Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menjadi Tanah Tumpah Darah

21 Oktober 2019   21:51 Diperbarui: 21 Oktober 2019   22:13 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Berharap kepadamu, Bu. Menjadi tanah tempat tumpah darah. Begitu bimbang membaca tetesan air mata. Pada saat kering. Dia tiada. Aku kehilangan tempat tumbuh. Sebelum tunas. Aku hanya biji tanpa kuasa apa-apa. Sebelum air mata kasih sayang. Mengajariku bagaimana menjadi pohon. Pada rindangku. Kau tanah yang lembab.

Kenangan tumbuh dari jutaan doa. Aku akan ingat di selarik jalan ini. Menjadi puisi yang mengalir di alir bayu. Sebelum membadai. Aku lupa tanah tumpah darah itu, Bu.

Merdeka dari apa, Bung. Dari keterjagaan tidur panjang? Merdeka dari bebal kebodohan sebelum kekal.

Kenangan itu, dari air mata aku tumbuh. Syair itu tetap melodi yang tetap dirawat. Musik itu tak akan sumbang.

Ujung Kata, 1019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun