Baca juga : Kronologis cerita saat di Gang Rampok
Seperi perputaran bumi, ada siang, ada malam, aku kembali menjadi kucing beranak alias pindah kontrakan. Saran pelangggan setia baksoku ketika tinggal di Gang Rampok---mungkin kau kenal dengan Mbak Stuva---aku pindah ke Gang Sayang. Agak jauh sih jaraknya dari Gang Rampok, sekitar tiga kilometer. Tapi gangnya adem. Orangnya ramah-ramah. Sesama tetangga saling sayang.
Dari awal istri sudah ngotot tidak mau pindah ke gang itu. Naluri perempuannya tersentil. Ada bau perselingkuhan di sana. Dia takut aku terkontaminasi. "Aku lelaki setia, Bu. Belahlah dadaku."
"Pasti ada namaku, kan?" katanya sumringah. Mulutnya penuh bakso.
Aku mesem-mesem. "Ada semangkok bakso."
"Gundul!"
Sekarang kami sudah siap-siap menyusun barang di teras rumah kontrakan. Lega rasanya, karena tidak susah-susah mencari pick up. Semua dapat diselesaikan dengan aplikasi. Duduk-duduk santai di rumah. Pencet sana-pencet sini, GoBox sudah terparkir di teras.
Jangan kasih tahu istri, ya. Sopir GoBoxnya perempuan. Wangi lagi. Berkali-kali aku melintas di depannya. Apakah ini tidak kurang ajar? Bola mata istri melihatku setajam silet.
"Biar saya saja yang mengangkat barang-barangnya, Neng." Aku mulai menaikkan barang-barang yang lumayan berat ke bak GoBox. Pak Solah membantuku. Si neng sopir seolah tidak peduli. Dia melenguh seolah setuju. Aku melirik, dia asyik bermain ponsel; game mobile legend.
Menjelang pukul sebelas siang, bak Gobox menjerit kepenuhan. Perlu sekali lagi aku ke rumah kontrakan, agar semua barang terangkut, termasuk belahan hidupku; gerobak bakso.
Tentang kebiasaan aku dan istri kalau naik mobil angkutan barang, posisiku selalu di tengah, dan dia di pinggir. Pertama, agar dia bisa ngangin (berangin). Kedua, agar selangkangannya tidak mengapit persnelling. Terbayang aku kalau si mang sopir sedang memainkan persnelling. Si mang sopir keenakan. Cemburuku blingsatan.