seribu kali aku menjadi petak-petak dalam sawahmu
kenapa terbiar dan tak ada tumbuhmu
seperti menghijau ditiup bebayu
menguning mengabarkan ada kenyang
pada bulir, pada harapan anak-anak kita
seribu kali pula petak-petak lain
pada sungai kau menjadi pelamun
pada bukit kau adalah undur-undur yang melobang
hanya sekedar mencari warna kuning
yang kau ibarat adalah singgasana
padahal kuning bulir mengenyangkan itu
lebih ramah pada petak-petak sawahmu
seribu kali aku mencintai petak-petak sawahmu
kau tetap lupa muasal hidupmu adalah dari lumbung itu
bukan dari tambang-tambang dan kuning emasmu
Ujung Kata, 919
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H