Daun kopi yang jatuh di cangkir hatiku
Menujum rasa sekerat luka yang duka
Di bawah terik tertimbun aku dalam gemersiknya
Daun kopi membuatku larut dalam murka
Kopi yang bercerita kepada daun
Daun yang bercerita kepada cangkir
Cangkir yang bercerita kepada mulut
Hari ini kopi merajuk cinta
Harga-harga tak sekepal tangan
Membuatnya pulas dalam tunas-tunas
Gugur sebelum membiji hijau
Apalagi merah bernas
Apakah lebih baik berciuman dengan mulut
Musang
Merasakan perut dan lendir mengental
Menjadi segumpalan menjijikkan
Tapi dia terhidang di kafe terkenal
Harganya rupawan sangatlah mahal
Daun kopi yang jatuh di cangkir hatiku
Tercabik
Lupa bagaimana manusia merasa-rasa
Membual tengkulak menjatuhkan harga
Harga tahi memang lebih mahal daripada
Buah yang merah merona seperti betina
Manusia lebih menghargai kekotoran
Lebih menistai kebersihan, seperti tahi musang
Tahi mengisi batok kepalanya
Memakan batu, bukan nasi
Memakan gedung, bukan jagung
Memakan jalan, bukan jajanan
Memakan kapal, bukan bekal
Memakan besi, bukan nasi
Daun kopi yang jatuh di cangkir hatiku
Larut
Luruh
Kelat
Pekat
Ujung Kata, 819
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H