Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ja Limbat

9 Agustus 2019   15:37 Diperbarui: 9 Agustus 2019   15:42 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

"Pantas saja kau semakin gemuk," kata Buddin sambil memukul pelan perut Ja Limbat.

Ja Limbat mulai mencondongkan kepalanya. Mulai serius dia. "Dengar, ya! Dengar baik-baik. Badanku saat sakit itu sangat panas, kau tarok telor di badanku, bisa masak. Bahkan ayahku sampai memasak di badanku. Maka hampir seminggu minyak tanah utuh. Segala makan dimasak ayah sambil melekatkan ke badanku."

"Wah, panas sekali badanmu. Untung aku tak datang menjenguk. Bisa terbakar aku," ucap Mizan tertawa.

"Pandai pula kau berkilah. Bukannya kau kedekut, pelit. Takut kau rupanya membawa oleh-oleh untukku." Ja Limbat tertawa. Orang lain terbahak. Mizan malu-malu kucing pergi ke pinggir sambil menggaruk-garuk kepala.

"Jadi, bagaimana ayahmu mau memasak? Dia pasti terbakar juga karena tubuhmu yang panas?" tanya Buddin.

"Mulanya, dia memang coba-coba mendekat. Sampai hilang sebelah kumisnya, karena terbakar panas tubuhku. Akhirnya segala panganan, segala yang mau dimasak, dikirim lewat galah, lewat jendela kamarku. Begitulah berhari-hari. Dan sebagai bukti, badanku sampai bolong-bolong karena panasnya." Dia menunjukan bolong dihidung. Padahal sebenarnya bekas cacar (pen; campak) yang dia derita.

Lambat-lambat terdengar suara azan lohor. Lopo Sapangkek bubar.

"Besok masih ada kau cerita baru?" Mizan kembali seperti sedkia kala. Sudah hilang ke---ah, maaf---rasa malunya. Mereka berjalan pelan-pelan, keluar dari Lopo Sapangkek."

"Hai, Limbat! Kau ngutang lagikah hari ini." Wak Midah berkacak-pinggang.

"Wak Midah ini macam tak tahu saja. Aku belum sembuh benar. Aku takut kalau hangus pula uang yang kupegang." Ada-ada saja alasan Ja Limbat untuk berhutang. Wak Midah hanya mesem-mesem tak mampu berkata lagi. Ada-ada saja.

Note : (Cerita dari Mandailing) Diceritakan kembali oleh penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun