Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surau yang Berderak

7 Agustus 2019   13:44 Diperbarui: 7 Agustus 2019   13:55 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

mengutus tasbih sampaikan
tergerak hati dalam surau berderak
masih ragu-ragu teplok menyampaikan wajah
pada sajadah dan buku tua

anak-anak mencari cerita di bawah bulan
antara tanah kapur dan pelepah kelapa
mereka tak mengenal surau berderak
kendati berteriak sungguhlah pekak

tasbih pun lupa menjadi benda
menujum kata akankah mencapai nirwana
entahlah, kusapu lantai
kerdip teplok melambat
ataukah mati

teringat lalu waktu celeng mengamuk kampung
rumah-rumah menjadi pembuangan tahi
kami memuja celeng menyembahkan nurani
semoga kiranya kalung berotan terulir
terulur suatu ketika
menjadi leher menjadi niscaya
berkuasa , harta dan wanita

akan tetapi lorong jiwa kosong
terlongong lolong
seperti kerdip lilin
nyawa celeng harus dijaga
jangan sampai mati
menerabas mantra pada setan
tangan-tangan yang mencengkeram nurani|
sungguh telah hilang rupa
air mata,  iman

ketika tersadar
menggeruk-geruk celeng di kolong rumah
menjadi tuah kotoran
yang dihirup sekejap hilang
sekejap menusuk pedang

mengutus tasbih sampaikan doa
adakah benda menjadi kuasa
berharap pada benda
surau berderak, teplok menggelending
ada nyala yang bau sangit
membakar hatiku di puncak langit

Ujung kata, 819

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun