Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Trik Saat Mati Listrik

6 Agustus 2019   14:03 Diperbarui: 6 Agustus 2019   16:20 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

Sebenarnya saya ingin memanggilnya Mang Juhai. Tapi, berhubung nama itu milik tetangga, dan bisa melanggar hak cipta untuk seorang  lelaki kanji (genit), maka agar aman, saya menyebutnya Mang Julur.

Dia lelaki yang ketampanannya di bawah rata-rata. Kulit hitam manis, tapi lebih banyak hitamnya ketimbang manis. Hidung mancung, bedanya orang mancung ke luar, dia mancung ke dalam. Ada juga yang mancung ke luar. Pertama,  giginya. Kedua, perutnya. Ketiga,  kau sendiri tahulah yang mana itu.  

Badan Mang Julur  samekot alias satu meter kotor. Kotornya itu karena ditambahi jambul tinggi, dan dia sering berjinjit biar tubuhnya lebih jangkung semilimeter-dua.

Namun, apakah kau mengira dia akan jeblok masalah perjodohan? Sama sekali tak! Umpamanya sekarang dia beristrikan Bik Nah yang segede gentong, itu hanya kebetulan saja. Mang Julur tetap mencoba peruntungan dengan Loli si tukang Salon atau Minah tetangga  Mak Adul.

Cara bicara Mang Julur  itu lho yang membuat perempuan klepek-klepek.  Dia selalu mampu membuat setiap  perempuan yang berpapasan dengannya, selalu singgah. Itulah maka dia digelar Suhu Seribu Pelet.

Bik Nah sering kelabakan melihat tingkah lakinya itu. Ibarat kambing, Mang Julur suka memakan sayuran tetangga. Berbagai trik sudah dilakukan, tapi Bik Nah selalu kalah di tikungan. Seperti seminggu ini, Mang Julur mulai mengulah. Konon kalau listrik tak sering byar-pet, tak palah dia peningkan. Mang Julur biasanya hanya tercogok di  warung Mang Kelir. Apalagi kalau bukan menonton acara tengah malam yang membuat segala air keluar. Mulai dari air liur hingga air lain-lain.

"Pantun, abak kau di mana?" geram Bik Nah. Warung Mang Kelir sering tutup menjelang maghrib. Lalu, ke mana ayam sayur itu ngelayap? Nafsunya saja yang kuat.  Dia atas kasur baru setengah ronde dia sudah tepar membahana.

"Kurang tau, Ebok. Tadi abak aku lihat meminggir-minggir di dekat selokan."

"Meminggir-minggir dekat selokan? Apa abak kau mulai tak waras?"

"Selokannya di dekat salon Tante Loli." Pantun masuk ke kamarnya.

Bukan main meradang hati Bik Nah. Dia bergegas ke  rumah Pekni, hendak meminjam senter bola besar.  Dia kemudian  ke salon Loli. Benar saja, ayam sayur itu sedang berduaan dengan si Loli penggatal. Bik Nah menyenter wajah suaminya, lalu setengah menyeretnya kembali ke rumah.

Habislah  Mang Julur direpeti Bik Nah. Baru tiba di teras rumah, mulailah trik Mang Julur berbunyi, "Jangan salahkan aku dalam hal ini, Ebok. Salahkan saja tukang listrik yang membuat Palembang gelap gulita beberapa malam ini. Aku sudah tua. Mata pun mulai rabun. Tadi aku  pulang dari rumah Kedang. Berhubung mati lampu, aku salah masuk rumah. Aku kira perempuan yang di rumah itu kau, Ebok. Eh, ternyata aku salah. Maafkanlah lakimu yang mulai tua ini."

"Iyah!" Kesal betul hati Bik Nih. Apa pula trik yang dia lakukan agar Mang Julur kena batunya.

Tetiba tengah malam dia bisa tertawa. Mang Julur kira dia  gila. Dia tak tahu Bik Nah sudah ketemu triknya.

Maka  pukul sebelas pagi, Bik Nah sudah berada di lapak cabe sebuah mall di Palembang. Apak Amah yang melihat perempuan latah itu sedang berbelanja, iseng mengejutkannya, "Oi, Bik Nah. Belanja apa?"

"Set...setan!!!" Bik Nah terkejut sambil memegang dadanya. "Aih, kau Pak Amah, membuat aku kaget saja. Ini aku mau membeli cabe setan. Ngidam aku makan yang pedas-pedas."

"Ada lagikah bakal adek si Pantun?"

Bik Nah tak peduli guyonan Apak Amah. Yang penting trik jitu ini harus dibuktikan. Maka setelah Shalat Maghrib dia bertandang ke rumah Cik Bedah. Tapi mendadak dia kelabakan karena mendengar teriakan Pantun. Buru-buru dia kembali ke rumah.

"Ada apa, Tun?"

"Itu nah, nggak tahu kenapa abak itu."

Bik Nah menyenter wajah lakinya. Dia terkejut melihat bibir lakinya sudah segede jengkol. "Ada apa, Abak?" tanyanya.

"Kau bilang mau masak bubur kacang merah, masa' yang aku makan bubur cabe," sungut Mang Julur.

"Masya Allah, Abak. Ini ulah tukang listrik yang suka byar-pet. Tadi aku kira  yang dimasukin ke panci itu kacang  merah. Ternyata aku salah ambil cabe setan. Maafkanlah ebok yang mulai rabun ini."

Mang Julur tak bisa membalas lagi. Satu lawan satu malam ini.

---sekian---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun