Habislah  Mang Julur direpeti Bik Nah. Baru tiba di teras rumah, mulailah trik Mang Julur berbunyi, "Jangan salahkan aku dalam hal ini, Ebok. Salahkan saja tukang listrik yang membuat Palembang gelap gulita beberapa malam ini. Aku sudah tua. Mata pun mulai rabun. Tadi aku  pulang dari rumah Kedang. Berhubung mati lampu, aku salah masuk rumah. Aku kira perempuan yang di rumah itu kau, Ebok. Eh, ternyata aku salah. Maafkanlah lakimu yang mulai tua ini."
"Iyah!" Kesal betul hati Bik Nih. Apa pula trik yang dia lakukan agar Mang Julur kena batunya.
Tetiba tengah malam dia bisa tertawa. Mang Julur kira dia  gila. Dia tak tahu Bik Nah sudah ketemu triknya.
Maka  pukul sebelas pagi, Bik Nah sudah berada di lapak cabe sebuah mall di Palembang. Apak Amah yang melihat perempuan latah itu sedang berbelanja, iseng mengejutkannya, "Oi, Bik Nah. Belanja apa?"
"Set...setan!!!" Bik Nah terkejut sambil memegang dadanya. "Aih, kau Pak Amah, membuat aku kaget saja. Ini aku mau membeli cabe setan. Ngidam aku makan yang pedas-pedas."
"Ada lagikah bakal adek si Pantun?"
Bik Nah tak peduli guyonan Apak Amah. Yang penting trik jitu ini harus dibuktikan. Maka setelah Shalat Maghrib dia bertandang ke rumah Cik Bedah. Tapi mendadak dia kelabakan karena mendengar teriakan Pantun. Buru-buru dia kembali ke rumah.
"Ada apa, Tun?"
"Itu nah, nggak tahu kenapa abak itu."
Bik Nah menyenter wajah lakinya. Dia terkejut melihat bibir lakinya sudah segede jengkol. "Ada apa, Abak?" tanyanya.
"Kau bilang mau masak bubur kacang merah, masa' yang aku makan bubur cabe," sungut Mang Julur.