Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setan Setengah Kecil

19 Juli 2019   14:40 Diperbarui: 19 Juli 2019   14:42 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kau mempunyai teman?" sindirku. Sial, dia sudah menghilang di balik pintu kamar. Terpaksa aku mengambil sapu tangan dan menutup hidung. Sepertinya aku tinggal di tong sampah. Seluruh barang yang dititipan setan itu kususun di samping lemari. Tak jelas lagi mana sampah, mana sepatu, mana kaos kaki, mana pakaian, mana tisu. Aku tak yakin bisa bertahan tidur di kamar ini. Tapi aku mau pindah ke kamar siapa lagi? Setan usil sialan!

Hasilnya aku benar-benar tak bisa tidur. Teman-teman si setan setengah kecil, bukan serupa bayanganku bagaikan malaikan-malaikat pemberi kesenangan. Melainkan setan-setan setengah kecil yang lain. Teman-teman punk bercelana compang-camping. Gigi kuning, kelopak mata ditindik. Lidah beranting. "Manusia apa setan?" kataku ketika setan setengah kecil meminta tisu yang dititipkannya kepadaku.

"Nyentrik, Mas!"

Sundal! Akhirnya aku terpaksa membuang-buang uang demi menginap semalam di losmen berjarak seratus meteran dari kos-kosanku.

Aku benci setan setengah kecil itu. Aku ingin sekali waktu dia celaka, kakinya tertusuk paku atau pecahan beling misalnya. Kakinya harus diamputasi sehingga dia cacat dan harus kembali ke rumah orangtuanya. Pasti akulah orang yang paling berbahagia di muka bumi ini karena terbebas dari gangguan setan setengah kecil itu. Namun, bisakah doa jelek terkabul?

Kiranya dia tak bosan-bosan membuatku pening. Sepulang dari losmen, kutemukan seluruh makanan dan minumanku di lemari es, telah berpindah ke atas kasur. Hingga kasur itu bagaikan diompoli belasan bocah. Sementara makanan dan minumannya menjejal, meringsekkan lemari esku.

Dia buru-buru datang sambil meminta maaf. "Itu sisa pesta tadi malam, Mas. Sayang kalau dibuang. Mas mau?" Dia berusaha bersikap baik.

"Bagaimana dengan kepunyaanku?"

"Petang nanti kurapikan. Kalau mas memang tak mau, biarlah makanan sisa pesta itu kuberikan kepada Ragil." Aku tak tahu setan mana lagi Ragil itu. Dan sama sekali tak ingin tahu siapa dia.

Hasilnya, petang ini setan itu mengambil seluruh kepunyaannya dari lemari esku. Entah ke mana dia membawanya, aku tak tahu. Aku tak ingin mengganggunya. Pura-pura aku ingin ke warung sebentar. Padahal mungkin perlu sejam-dua demi menenangkan jiwa yang menggelepar marah. Dan kutitipkan kunci kamarku kepadanya.

Sepulang dari warung, aku menggerutu. Bagaimana mungkin aku membiarkan setan setengah kecil itu merapikan kembali kepunyaanku kembali ke dalam lemari? Yang ada kamarku akan lebih berantakan. Lebih bau. Lebih jorok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun