Pagi-pagi melipat mimpi, sebelum menyudahkan istirah semalam. Anak-anak mengaduk cerita baru antara roti mentega secangkir susu. Aku masih lupa mengaduk kopi, keriuhan berseliweran memenuh kepala. Kami hanya tertawa benar. Matahari seperti terlambat bangun pagi ini.
Hari baru, seragam baru. Sepatu hitamnya menyatu. Anakku menggantung citanya di tiang bendera. Apakah dia akan mengabar kibar kepada masa dan dia amat berharga?Â
Tapi ini sekolah baru, bau cat mahal. Anak lain menangis mencari ibunya. Saatnya melepaskan dekap. Ibu di mana? Ibu di mana? Aku ingin cepat pulang. Orkestra tangis mengiringi penaikan bendera. Anakku bangga masih bisa menghormat. Dia melupakan pampers. Banggga pula memakai celana dalam. Aku ini sudah besar. Saat anak lain bingung cara kencing. Ibu. Ibu. Aku takut.
Suasana begitu meriah. Tak ada duka tumbuh di dada. Setelah tangis belajar berani. Setelah tertawa belajar menghitung membaca. Satu satu aku sayang ibu. Dua dua aku senang membaca. Seorang bapak.meletakkan topi di kepala anaknya. Aku ingin menjadi polisi.
Ini hari pertama menyulam pagi. Sangat indah matahari merangkak di pohon akasia. Seragam baru wanginya memenuhi semangat guru-guru. Semangat berjuang, Nak. Bu Jora kutitip anakku.
Haripertama, 72019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H