Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meski Menjanda Aku Tetap Tegar

13 Juli 2019   21:55 Diperbarui: 13 Juli 2019   22:27 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku merasa bahagia. Ternyata meski tanpa sosok seorang suami, aku masih bisa bertahan hidup lebih sejahtera. Sayang, belakangan mulai muncul masalah-masalah yang sebelumnya tak kuprediksi. Para perempuan, baik yang sudah bersuami maupun perawan, lambat-laun gerah dengan kehadiran warungku yang  buka sampai jam sembilan malam.

Gosip-gosip miring berseliweran, bahwa aku berjualan menyambi sebagai perempuan penggoda. Bahkan terkabar beberapa suami orang menjadi pacar gelapku. Padahal kapan pula aku bisa berpacaran, sedangkan hidupku terpacak di warung? Orang-orang memang suka usil!

Setahun lebih membuka warung, segala gosip kuanggap angin lalu. Selama aku merasa tak pernah berbuat menyimpang, kenapa juga mesti cemas. Namun belakangan aku sedikit goyah. Seorang lelaki setengah baya yang merupakan orang terpandang di daerahku, mulai mengganggu kenyamanan hidupku.

Dia tak seperti pelanggan lain, meski suka menggoda, tapi sekadar bergurau saja. Kiranya dia tak demikian. Dia serius menyenangiku. Sekali-sekali dia mengatakan ingin memacariku. Selepas itu baru menjadikanku sebagai istri keduanya.

Jelas aku tak senang. Aku enggan menuruti kehendaknya. Namun dia bermuka tambeng. Tak sanggup meluluhkan hatiku, dia berusaha menggaet hati kedua anakku. Hampir tiga kali seminggu dia mengoleh-olehi mereka permen. Mereka juga pernah diajak keliling-keliling kota dengan mobil mewahnya.

Aku ingin marah dan memhardiknya. Akan tetapi selalu urung kutumpahkan. Dia pelanggan di warungku. Pelanggan adalah raja. Satu kali sakit hati olehku, sudah barang tentu dia berhenti berjajan di warungku. Ujung-ujungnya dia bisa mempengaruhi yang lain. Tentulah warungku bisa sepi.

Dalam kemelut kesal terhadap Sam (nama samaran lelaki itu), datang pula masalah baru. Istrinya tiba-tiba datang melabrakku saat pelanggan sedang ramai. Aku dikata-katai sebagai pelacur murahan, janda brengsek, termasuk kata-kata jorok yang tak pantas kuungkapkan di sini.

Sehari setelah itu sengaja kututup warung. Aku malu kepada para pelanggan. Di hari kedua, berkat permintaan para pelanggan, aku akhirnya membuka warung sebagaimana biasa. Kulupakan kekesalanku terhadap Sam dan istrinya. Sayang, apa lacur, Sam memang kepala batu. Dia datang lagi mengganggu hari-hariku. Untunglah pelanggan di situ memintanya menjauhiku. Mereka tak ingin aku menutup warung lagi sebab takut dilabrak istrinya.

Sam ogah-ogahan. Sehari dia datang menggodaku, tiga hari berikutnya menghilang. Seperti itulah berulang terus. Hingga tak jarang aku harus menahan malu tatkala istrinya menyeret Sam ke luar warungku.

Alhamdulillah, berminggu kemudian Sam benar-benar lesap. Tak hanya dirinya, tapi seluruh keluarganya. Sam dipindahtugaskan ke kota B, sehingga aku merasa tenang kembali. Hanya saja, tetap saja pejantan-pejantan lain mencoba menggaetku. Para perjaka tak segan-segan berniat melamarku. Tapi kutolak halus. Aku sedemikian mencintai War. Aku juga sangat mengasihi kedua anakku. Aku tak ingin kehadiran ayah tiri membuat anak-anakku melarat. Belum tentu lelaki-lelaki yang ingin menikahiku sanggup mencintai tak hanya diriku, namun termasuk kedua anakku.

Sekarang anak-anakku telah tumbuh besar. Warungku kian maju. Aku mempekerjakan dua orang pembantu. Berbagai godaan lelaki baik-baik maupun hidung belang kuanggap angin lalu saja. Aku telah kuat menerima segalanya. Aku telah tegar. Terima kasih Tuhan atas kekuatan yang telah Engkau tanamkan di hatiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun