Usai bertemu dia, pikiranku bercabang. Mungkin perkataan Harman benar. Sampai hubunganku berbilang tahun dengan Aini, ternyata perempuan itu sama sekali tak ingin berkomitmen denganku. Artinya, bertunangan saja ogah, apalagi sampai kuajak menikah. Padahal bila dihitung-hitung sudah berapa banyak uangku yang terkuras demi membahagiakannya? Bahkan aku sampai rela memberikannya jatah bulanan yang bukan sedikit? Apakah setiap perempuan sedemikian merong-rong lelakinya?Â
Aku kemudian mencoba memata-matai tingkah-tanduk Aini. Hingga semuanya terbukti ketika aku melihatnya bergandengan mesra dengan seorang lelaki. Le bih menyakitkan lagi aku mendengar Aini berkata demikian, "Apa? Kau pikir aku mencintai Igor (nama samaranku)? Memangnya aku tak memiliki mata, ya! Mencintai lelaki seperti dia! Aku hanya ingin berfoya-foya dengan hartanya, tahu!' Dan mereka tertawa.
Pertama kali bersua dengan Aini sejak kejadian yang menyakitkan hatiku itu, langsung saja aku mengambil keputusan. Aku tak ingin lagi melanjutkan hubungan percintaan dengannya. Ternyata dia hanya berpura-pura mencintaiku.
Aini mencoba berkelit. Tapi ketika Harman kuhadapkan, seketika Aini bungkam. Aini sudah mengenal Harman, tapi dia sama sekali tak tahu kalau Harman adalah sahabatku. Hingga tanpa tedeng aling-aling, perempuan itu minggat dari hadapan dan hatiku. Aku sangat kecewa. Sampai sekarang aku masih trauma untuk menjalin hubungan baru dengan perempuan yang baru.
Baca juga : https://www.kompasiana.com/rifannazhif/5c39c3cec112fe51a77d6668/janji-parkijo?page=allÂ
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H