Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Ditipu Pacar Sendiri

12 Juli 2019   22:45 Diperbarui: 17 Juli 2019   13:33 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Akibat perkataan Harman, persahabatan kami menjadi permusuhan. Berulangkali dia mencoba meminta maaf kepadaku, hanya saja hatiku batu. Aku pantang diejek orang. Sekali diejek, aku langsung mendendam kepada orang itu. Tak perduli jika orang itu seorang Harman sekalipun. Teman yang telah meramaikan hari-hariku. Teman penggembira manakala aku gundah. Ya, ternyata persoalan cinta bisa memutuskan tali persahabatan, bahkan tali kekerabatan sekalipun.

Demi mematangkan hubungan kami, aku bermaksud bertunangan dengan Aini. Tapi jawaban darinya sedikit membuatku kecewa. Menurut Ani, pertunangan kami terlalu terburu. Masa berpacaran mesti dilarutkan lama. Harus dinikmati uporianya. "Masih terlalu muda usia hubungan kita untuk bertunangan, Bang. Aku lagi senang-senangnya berpacaran denganmu," kata Aini kala itu.

"Tapi pertunangan tak menghalangi kita berpacaran, kan?" kejarku. Dia diam. Kemudian masalah pertunangan itu sengaja terlupa.

Kembali hubunganku dengan Aini diguncang prahara saat dia kupergoki sedang berjalan berdua bersama lelaki lain di sebuah mall. Sengaja aku bersembunyi sehingga bisa memata-matai gerak-gerik mereka. Sayang sekali tak lama aku kehilangan mereka, sehingga kecemburuan yang membaralah yang tinggal menyemayam dada.

Kecemburuan menggondoli hati sampai suatu hari kami bersua di rumahku. Seketika kutanyakan tentang siapa lelaki temannya berjalan di mall itu. Aini terkejut. Tapi dia cepat-cepat menetralisir keadaan. Katanya lelaki itu hanyalah seorang sepupu jauhnya yang baru datang dari kampung. Dia meminta maaf kalau aku sampai cemburu dibuatnya.

Kembali hubungan kami berjalan harmonis. Ayah dan ibu yang mulai tak sabar dengan masa berpacaran kami, mendesak agar aku segera menikahi Aini. Tak perlu bertunangan-bertunangan lagi. Usiaku sudah sangat pantas menikah. Lagipula, mereka sudah tak sabar memomong cucu dari anak lelaki mereka. 

Keinginan orangtuaku itu kuutarakan kepada Aini. Nyatanya dia bukan berbahagia mendengarnya. Dia malahan memintaku menunggu beberapa tahun lagi hingga dia siap. Dia masih ingin mengejar karier. Tentu bila kelak sama-sama berpenghasilan lumayan, kami tak pusing-pusing lagi memikirkan keuangan keluarga. Pendapat yang ada benarnya menurutku, sehingga aku hanya manut-manut saja. Aku mengatakan kepada kedua orangtua bahwa Aini-ku belum siap menikah. Hasilnya, wajah mereka lesu. Mereka kecewa.

Harman tiba-tiba menemuiku di tempat kerja. Sebab tak enak dilihat rekan-rekan lain, aku terpaksa bermuka manis kepadanya. Padahal hatiku bergejolak. Inginku segera lenyap dari hadapannya.

Dia menemuiku bukan hendak mencari-cari permusuhan. Dia hanya kasihan melihatku. Sebagai teman, dia ingin membantu. "Kuharap kau segera memutuskan hubungan dengan Aini sebelum semuanya terlambat." Demikian kira-kira dia berkata kepadaku.

Aku menggeram. Tapi Harman santai saja. Dia mengatakan tak iri melihatku berpacaran dengan Aini. Karena dia juga telah memiliki seorang gadis yang tak lama lagi akan dinikahinya.

Menurut Harman, perempuan yang kucintai setengah mampus itu, adalah seseorang yang tak berkelakuan baik. Dia pura-pura mencintai dan hanya ingin memoroti harta bendaku. Aku mesti percaya. Harman malahan bersumpah tak akan lagi menemuiku bila perkataannya tak benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun