Beberapa teman dekat yang mengetahui sepak terjangku dengan sang sekretaris, mencoba menyadarkanku agar menghentikan kebiasaan buruk yang dapat menghancurkan keluargaku. Namun kukatakan saja supaya mereka jangan mengurusi periuk orang lain. Uruslah periuk sendiri agar tak retak. Sedangkan beberapa temanku yang bajingan, malahan meminta tips bagaimana caranya agar bisa membuat istri tak neko-neko, meskipun si suami sedang terlibat perselingkuhan.
Apa ajimat yang kupakai. Dengan bangga kukatakan semuanya adalah akibat ketampananku semata. Termasuk sikap tegasku kepada istri. "Istri tugasnya hanya menerima dan tak boleh membantah. Suami tugasnya memberi sesuai kehendaknya," kataku suatu hari kepada beberapa temanku yang bajingan.
Hubunganku dengan sang sekretaris berjalan aman hampir setengah tahun. Maya tetap seperti sebelumnya, menjadi istri yang patuh dan tak macam-macam. Â Sayang sekali, tak selamanya perbuatan bejad itu selalu berjalan mulus. Bos di kantorku tiba-tiba mengetahui bahwa aku dan sekretarisnya kumpul kebo. Maka tanpa tedeng aling-aling, dia langsung mendepakku berdua sekretaris.
Otomatis aku menjadi pengangguran. Awal yang menyakitkan, dan membuat air mata Maya terbit seperti tak kesudahan. Dia menyesali mengapa tiba-tiba perusahaan tempatku bekerja bangkrut. Padahal dia tak tahu telah kubohongi. Karena sebenarnya bukan perusahaan yang bangkrut, melainkan aku dan sekretaris itu yang dibangkrutkan.
Walaupun kondisi serba tak karuan, kumpul keboku dengan si sekretaris tetap berjalan mulus sampai dua bulan berselang. Menginjak bulan ketiga, dia mulai menuntut macam-macam. Aku dianggap tak sanggup lagi memenuhi setiap kebutuhannya. Aku dianggap lelaki yang menjadi pecundang. Hingga pertengkaran demi pertengkaran mulai kerap terjadi. Sementara simpanan uangku hampir terkuras habis demi memuaskan dirinya.
Akhirnya hukuman berat menimpaku. Si sekretaris yang masih kucintai setengah mati, hengkang ke pelukan lelaki lain yang memiliki harta berlimpah. Aku hanya bisa menggigit jari dan bagaikan seekor kucing kurap di dekat Maya. Padahal tak sekalipun Maya menganggapku sejelek itu. Dia masih menghormatiku meskipun aku tengah menganggur.
Demi keberlangsungan hidup kami, istriku itu malahan nekat meminjam uang kepada kedua orangtuanya. Dia memulai bisnis kuliner yang semula kuanggap sepele. Berselang lima bulan, usaha yang dirintisnya maju pesat. Pelanggannya banyak, sehingga dia sering tak sanggup meladeninya. Saat itulah aku turut berjibaku membantunya. Kemudian mencarikan pelayan demi meringankan pekerjaan kami. Lebih setahun, usaha kuliner itu telah mengembalikan kesejahteraan keluarga kami seperti dulu.
Saat itulah aku merasa sangat menyesal telah menyia-nyiakan Maya. Aku hanya seorang suami bajingan yang memiliki istri berhati bidadari. Bersyukurlah diri ini tak didepaknya setelah dia tersiakan sekian tahun lamanya. Dan aku berjanji akan mencintainya 100 persen, meskipun dia tak memiliki secuil cinta pun untukku. Tapi sekarang, sungguh cinta Maya tetap 100 persen tak luntur kepadaku. Terima kasih, Tuhan.
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H