Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Deru Debu V

13 Juni 2019   11:10 Diperbarui: 2 Agustus 2019   14:38 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Puasa?"

"Selama di kampung aku tak pernah diajari puasa oleh bapakku yang lebih sering mabuk ketimbang waras."

"Nah, kalau tak pernah atau katakanlah jarang beribadah, untuk apa takut dosa?" John Peking memesan kopi panas. Gerombolannya sudah mabuk sejak tadi. Gelas berisi tuak Medan telah membuat hati mereka berbunga dan berenda-renda.  "Pikirkanlah ajakan gue. Pokoknya lo diistemawakan. Setiap lo berhasil melakukan tugas, sembilan puluh persen keuntungan, itu buat lo. Selebihnya kita makan bersama-sama. Setuju?"

"Aku pikir-pikir dulu."

John Peking menghirup pelan air kopi yang telah dihidangkan Pak Makruf, si pemilik warung. "Pikir-pikir atau lo takut kepada Musa?"

"Dua-duanya."

"Musa tak mau tahu lo mau jadi apa. Semua fair. Gue tahu tabiat si tua itu. Lo masih pikir-pikir?"

Sebuah bus melaju kencang menerbangkan debu di seberang warung. Pikiran Kecik ikut terbang, dan dia bimbang. Tujuannya melanglang ke ibukota, tak lain tak bukan, ingin menjadi orang sukses. Orang sukses tak jauh beda dengan istilah ber-uang (bukan beruang). Bagaimana mungkin bisa sukses kalau melulu berharap dari asongan? Tak ada bukti pengasong bisa kaya, kecuali berani banting stir menjadi pedagang yang tentu saja harus bermodal besar.

Tapi dari mana modal untuk berdagang? Belum lagi harus menyewa toko, belum isinya, belum ijin ini-itu. Apakah otak Kecik yang majal bisa menebas semua itu? Pilihan terbaik memang seperti yang ditawarkan John. Pekerjaannya tak jauh beda dengan pengemis. Tapi tugas penjahat jalanan seperti John dan teman-temannya, membutuhkan usaha keras. Perhitungan tepat. Ketangkasan, dan tentu saja tak dianggap hina oleh orang-orang. Melainkan dianggap angker, ditakuti sekaligus dimusuhi.

Terlalu sering memang orang terpengaruh uang, lalu memilih jalan menyimpang. Uang bisa membuat siapa saja gelap mata. Yang benar bisa salah. Yang salah bisa benar. Gelap menjadi terang. Terang menjadi gelap.

Dan anak seperti Kecik, yang terbiar hatinya tanpa pengajaran orangtua tentang norma agama, amatlah mudah digoyahkan. Memang, ibunya telah banyak berpetatah-petitih tentang kehidupan. Namun kau tahu kan kalau ibunya sedemikian cepat meninggal? Tinggallah dia digerus amarah seorang ayah yang kalap. Dia terperosok di tengah lingkungan yang tak ramah dan segala tontonan kebinatangan jiwa manusia. Bagaimanapun lingkungan menempatkan seseorang menjadi jahat atau baik. Tinggal kuat atau tidaknya keimanan seseorang itu untuk berjuang di jalan yang diyakininya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun