Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mumut Si Semut Merah

26 Mei 2019   17:58 Diperbarui: 26 Mei 2019   17:58 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Mumut si semut merah tinggal di kerajaan semut pohon randu. Hari ini Mumut bekerja bakti mengumpulkan makanan bersama teman-temannya. Mumut bertubuh besar dan kuat. Sebelum senja, dia sudah mengisi kamarnya dengan remah-remah. Sekarang dia sedang beristirahat di atas batu sambil menikmati angin sepoi-sepoi. 

"Hai, Mut? Sudah santai, ya? Bantu aku membawa gula-gula ini, ya!" Mumut baik hati. Dia membantu  Mamat mengangkut gula ke kamarnya. 

Dulu semasa kanak-kanak, Mumut tinggal bersama ayah-ibunya di pohon jambu air. Setelah dewasa, dia harus berpetualang dan mencari makan sendiri.

Dia akhirnya berkenalan dengan Mamat. Sekarang Mumut tinggal di pohon randu, bersebelahan dengan kamar Mamat.

"Mat, kerja bakti mengumpulkan makanan, memang setiap hari kalian lakukan? Di tempat aku tinggal dulu, ibu dan ayah mencari makanan  hanya untuk kami santap hari  itu. Besoknya kami cari lagi makanan baru," kata Mumut saat mereka tidur- tiduran di bawah daun talas.

"Kerja bakti mencari makanan tidak kami lakukan setiap hari," jawab Mamat. "Hanya sementara."

Setiap bulan Januari, Mamat dan teman-temannya harus kerja bakti mengumpulkan makanan. Karena bulan Februari, sungai di seberang pohon randu selalu pasang naik. Para semut tak bisa turun ke tanah mencari makanan. 

"O, gitu. Gampanglah..." Mumut menyeringai.

Tapi yang namanya Mumut, selalu tak sanggup melihat tumpukan makanan. Hampir setiap berada di kamar, dia selalu mengunyah. Mamat yang melihat kelakuan Mumut, langsung menegur, "Kenapa simpanan makananmu kau makan? Apakah kau tak takut kelaparan Bulan Februari nanti?"

"Ah, aku hanya menyicip sedikit. Besok-besok aku tambah lagi," yakin Mumut.

Tapi, besok dan besoknya lagi, Mumut tetap melanggar janji. Makanan di kamarnya bertambah menipis. "Ah, besok lusa aku akan mencari makan lagi. Sehari saja aku sudah bisa memenuhkan kamar ini," gumamnya.

Begitulah, ketika suatu hari makanan di kamarnya habis, dia turun ke tanah. Saat dia hendak mengambil sebutir padi, tiba-tiba hujan turun deras. Dia berteduh di bawah daun talas menunggu hujan reda. 

Sampai senja, hujan semakin deras. Mumut mendengar teriakan para semut dari atas pohon,  "Air pasang, air pasang!!!"

Benar saja, air bergelombang mengarah ke Mumut. Sekuat tenaga dia berlari kembali ke arah pohon randu. Untung saja dia berhasil mencapai kamanya. 

Mumut kelelahan, hingga tertidur. Besok paginya dia terbangun karena perut keroncongan. Perlahan dia turun ke tanah. Tapi, alangkah terkejutnya dia, genangan air tak memungkinkan untuk dia mencari makanan. "Mungkin sebentar lagi air akan surut," gumamnya.

Dua jam berlalu, air tak surut-surut. Mumut berjalan gontai menuju kamarnya. Tiba-tiba pandangannya gelap, dan tak ingat apa-apa lagi.

Dia tersadar ketika air memercik ke wajahnya. Dia mengerjap-ngerjap heran melihat tumpukan makanan di sebelahnya. 

Segera dia merayap mendekati makanan itu dan menciuminya.

"Kau kelaparan, ya?" Sebuah suara membuat dia terkejut.

"Oh, kau, Mat." Mumut tersipu. Dia mengatakan bahwa makanannya habis. 

"Aku sudah bilang, jangan makan makanan simpananmu. Tapi, kau bandel. Sekarang kita harus berbagi, menunggu air surut. Tak boleh rakus-rakus, ya!" canda Mamat. Mumut mengangguk sanbil tersipu malu.

---sekian----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun