Begitulah, ketika suatu hari makanan di kamarnya habis, dia turun ke tanah. Saat dia hendak mengambil sebutir padi, tiba-tiba hujan turun deras. Dia berteduh di bawah daun talas menunggu hujan reda.Â
Sampai senja, hujan semakin deras. Mumut mendengar teriakan para semut dari atas pohon, Â "Air pasang, air pasang!!!"
Benar saja, air bergelombang mengarah ke Mumut. Sekuat tenaga dia berlari kembali ke arah pohon randu. Untung saja dia berhasil mencapai kamanya.Â
Mumut kelelahan, hingga tertidur. Besok paginya dia terbangun karena perut keroncongan. Perlahan dia turun ke tanah. Tapi, alangkah terkejutnya dia, genangan air tak memungkinkan untuk dia mencari makanan. "Mungkin sebentar lagi air akan surut," gumamnya.
Dua jam berlalu, air tak surut-surut. Mumut berjalan gontai menuju kamarnya. Tiba-tiba pandangannya gelap, dan tak ingat apa-apa lagi.
Dia tersadar ketika air memercik ke wajahnya. Dia mengerjap-ngerjap heran melihat tumpukan makanan di sebelahnya.Â
Segera dia merayap mendekati makanan itu dan menciuminya.
"Kau kelaparan, ya?" Sebuah suara membuat dia terkejut.
"Oh, kau, Mat." Mumut tersipu. Dia mengatakan bahwa makanannya habis.Â
"Aku sudah bilang, jangan makan makanan simpananmu. Tapi, kau bandel. Sekarang kita harus berbagi, menunggu air surut. Tak boleh rakus-rakus, ya!" canda Mamat. Mumut mengangguk sanbil tersipu malu.
---sekian----