Matahari bersinar cerah. Suara ayam terdengar riuh di halaman. Tapi Irna belum bangun juga. Pintu kamarnya tertutup. Suasana kamar masih gelap. Irna belum membuka jendela. Biasanya, jam setengah enam, jendela sudah terbuka.
"Irna.... Irna.... Bangun, Nak! Kau nggak sekolah?" Ibu membuka pintu perlahan. Ibu mencium aroma minyak angin. Apakah anaknya sakit? Dia mendekati jendela, membukanya, dan melihat Irna yang masih berselimut tebal.
Mata mungil anak itu membuka perlahan. Dia menyipitkan mata pertanda silau. "Kau sakit?" Ibu meraba kening Irna. Dia heran, tak ada rasa panas. Apalagi melihat mata anak itu cerah. Ibu curiga Irna berbohong. "Sakit, ya?" tanya ibu sekali lagi.
"Iya! Kepala Irna sakit, Bu. Hari ini nggak usah sekolah, ya? Besok-besok juga, mungkin Irna masih sakit."
Ibu tersenyum. "Sakit kok seperti direncanakan! Kita baru seminggu pindah di kota ini. Lagi pula, Irna baru dua hari belajar di sekolah yang baru. Apa kata guru, anak baru kok sudah mulai ijin!" Ibu menggeleng-geleng.
"Ibu ini lucu. Memangnya nggak boleh sakit, ya?" Ibu berjalan ke luar sambil menggumamkan sesuatu. Irna tersenyum sambil menarik selimut menutupi kepala. Ibu terdengar menelepon seseorang. Dia mengatakan tentang anak sakit dan suntik. Haa? Suntik? Irna terbelalak. Dia langsung melemparkan selimut dan berlari mendekati ibu. Dia gugup.Â
"Ibu jangan panggil dokter!" Irna memeluk pinggang ibu dari belakang.
"Lho, kau sudah sehat?" Ibu  tertawa. Dia mengacak-ngacak rambut anaknya sambil duduk di atas sofa. "Mulai pandai berbohong, ya? Baru saja kelas tiga esde, sudah pintar berbohong. Bagaimana kalau kau sudah besar? Bagaimana kalau kau sudah bekerja?"Â
"Iya, Bu. Maafkan Irna sudah berbohong. Sebenarnya...." Dia terdiam. Tapi saat melihat mata teduh ibu, dia pun berani jujur, "Irna hanya pura-pura sakit, Bu. Anak-anak suka mengejek Irna; Coklat! Coklat!"
"Nah, ketahuan, kan! Makanya kalau membawa coklat, Irna harus berbagi. Tak baik pelit-pelit. Suka berbagi akan banyak teman. Selalu pelit semua teman akan menjauh." Ibu menyuruh Irna duduk.
"Ibu nggak mengerti apa yang Irna ceritakan!" Dia cemberut.