Seorang perempuan yang sedang menggendong anak, tertabrak olehku. Dia jatuh terduduk. Menatapku seolah menyalahkan. Bergegas dia kuberdirikan. Meminta maaf berulangkali, lalu mengelus anak di gendongannya yang menjerit ketakutan.
"Maaf! Maaf! Saya tak sengaja!" ucapku.
"Kalau jalan, lihat-lihat dulu, Pak!" gerutu perempuan itu. Sebuah permen yang kugenggamkan ke tangan anak di gendongannya, membuat si anak terdiam.Â
"Ada apa, Pak?" Satpam mall mendekatiku. Ketika melihat perempuan itu, wajah si satpam langsung bengis. "Hei, kalau mengemis jangan di sini. Pergi jauh-jauh!"
Aku jatuh kasihan. Aku merasa bersalah sangat. Kuajak perempuan itu menjauhi mall, lalu membawanya ke arah rumah makan Padang. Tiba-tiba perutku melilit. Aku hanya sarapan mie goreng di Bandara Soekarno Hatta, saat transit pesawat dari Kalimantan tadi pagi.
"Makan dulu, yok! Aku yang membayar, sebagai wujud rasa bersalah." Kuberikan perempuan pengemis itu senyuman terbaik. Anak di gendongannya membalas senyumanku. Dia cukup jenaka. Mungkin seumuran anakku. Ah, rasa kangen ini semakin menyengat.
Drrt! Drrt! Drrt!
Mendadak hp-ku berbunyi. Kulihat di layarnya tertulis nama Rohimah. Mungkin dia kesal tak kuberikan informasi tentang posisiku sekarang. "Ada apa, Bu? Aku sudah di Palembang. Kau di mana?"Â
"Ayah ini, kok tak menghubungi Ibu. Masih di kantor-lah. Ya, sudah.... Aku sekarang langsung pulang ke rumah. Tadi sudah permisi dengan atasan. Sampai  ketemu di rumah, ya!"
"Anak kita bagaimana?"
Rohimah menjawab, "Ada dengan pembantu. Hafnida namanya. Pembantu baru!"