Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Minggat

10 April 2019   13:08 Diperbarui: 10 April 2019   13:45 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

"Kapan ke kota membeli seragam dan buku?" tanya Ijon. Tak ada yang menjawab. Hanya wajah Ijon yang muram terpancar di cermin. Bapak-ibu tengah sibuk menikmati barang-barang. Di halaman dan dapur, di ruang tengah.

Begitulah waktu berlalu seperti putaran pedati. Berkletak-kletuk di atas tanah berbatu seperti masygul yang mendera hati Ijon. Ditambahi pula bapak berniat mengkredit sepeda motor bekas dari Man Lubai. Kata bapak, itu baik dijadikan kuda beban mengangkut bergoni padi dari sawah ke penggilingan. Baik pula dibawa keliling-keliling sore di seputaran kampung, atau ke kota jalan-jalan membuang penat dan membasuh mata.

Seragam dan buku-buku tak lagi membayang di benak Ijon. Bahkan sudah menyelusup ke dalam mimpi. Berkali-kali dia mengigau. Berkali bapak-ibu menyadarkan, kemudian berjanji besok mereka akan ke kota. Besoknya lagi akan ke kota. Ijon merasa  cerita  seragam dan buku-buku itu sudah lapuk dimakan rayap. Tak berguna lagi disimpan di benak, apalagi dalam mimpi.

"Ijon mana?" teriak bapak dari jalan besar.

Ibu muncul di ambang pintu. Di pinggangnya bersandar ember penuh cucian pakaian. "Mungkin ke sawah main layang-layang. Kenapa, Pak?"

"Aku mau mengajaknya ke kota. Membeli seragam dan buku-buku. Dua hari lagi kan tahun ajaran baru mulai." Bapak masuk ke dalam rumah. Dia membasuh muka dan kaki. Bersalin pakaian dengan yang lebih bersih. 

"Baiklah, aku panggil dia dulu." Ibu melesat menuju sawah. Ember penuh cucian pakaian itu diletakkan begitu saja di halaman.

Lama bapak menunggu. Dari hari yang cerah, sampai mendung, kemudian turun hujan rintik-rintik. Ijon yang ditunggu tak kunjung datang. Istri yang menjemput pun tak terlihat di ujung jalan setapak menuju sawah. 

Pupuslah sudah harapan bapak ke kota. Dia melihat Ujang dan  Man Lubai berlari menghindari hujan. Mereka berteduh di teritis rumah.

"Apa kabar, Pak Ijon? Jadi mengkredit motor? Lekaslah, sebelum ada yang mengambil duluan." Man Lubai melemparkan sesungging senyum.

"Takkah berkurang lagi harganya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun