Melata seperti ular. Jalan matamu menjalar tak tentu arah. Antara lindap dan kesiur angin. Aku tumbuh di wajahmu. Mencariku ibarat peta. Sebelumnya aku melupa kompas. Entah mana laju. Kuremas  waktu.
Selalu aku lunta. Tergopoh mencoba lupa. Tapi luka itu mungkin masih nganga. Atau kau lupa meninggalkan pesan dalam syair.
Tahukah kau. Hujan yang turun di teras. Semoga tak menjelma di mata. Namun aku tetap membiarkan malam turun diam-diam. Dini hari mengantarmu pulang.
032019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H