Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Paket

17 Maret 2019   18:12 Diperbarui: 17 Maret 2019   18:22 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pixabay.com

Paket itu? Saya merasakan ada yang tak beres. Bisa saja ada seseorang yang menjebak saya, dengan perantaraan paket itu, menjobloskan saya ke penjara. Semua serba mungkin di jaman edan ini.

Lelaki yang kemudian memperkenalkan nama sebagai Lintar, mulai menusuk dengan kata-katanya. Mengorek tentang pekerjaan dan keluarga saya. Kegiatan saya sehari-hari selepas ngantor. Saya menjelaskan semuanya dengan gamblang, sembari dia sibuk melihat-lihat lemari yang dipenuhi buku.

"Bapak hobby membaca buku agama, ya!"

"Tentu saja!" jawab saya. Dia berjalan menuju paket itu. Meraih, dan membaca label penerima. 

"Saya hanya ingin tahu keterlibatan Bapak dengan bom bunuh diri di Komplek Marine." Ucapannya membuat saya tersentak. 

Kenapa dia tiba-tiba mengarah ke masalah bom bunuh diri? Apa keterlibatan saya dengan kejadian itu? Saya sudah terlalu capek menjalani rutinitas di  kantor. Memikirkan bergabung dengan pelaku bom bunuh diri atau lebih khusus; teroris itu, tak pernah sekalipun melintas dalam pikiran saya. Apalagi sampai terlibat langsung dengan kegiatan mereka. Maka, tegas saya katakan nol besar terhadap teroris. Saya menambahkan mengutuk keras laku teroris.

Lintar merobek paket itu. Beberapa orang berseragam lain masuk tanpa permisi. Mereka bersenjata lengkap dan mengenakan rompi anti peluru. Seseorang yang mungkin paling tinggi pangkatnya di antara mereka, mendekati Lintar. Dia membisikkan sesuatu. Sepertinya Lintar berubah tegang. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam paket yang sudah koyak itu. Sebuah buku yang sepintas judulnya mencantumkan nama Jihad. Lalu, sepucuk pistol. 

"Tak salah lagi... Tangkap!" teriak Lintar. Orang-orang itu mengepung saya. Mengikat kedua belah tangan dan menutup mata saya. Saya dinaikan ke dalam mobil, di bawa entah ke mana. 

* * *

Sampai sekarang saya masih bingung kenapa dituduh sebagai salah seorang teroris. Saya berulangkali menyangkal bahwa saya bukan teroris. Tapi seluruh orang berseragam mengarahkan telunjuk ke arah saya. Seluruh awak media menggiring saya hingga dicap teroris. Para pengacara berpaling. Dan kabar yang terdengar di luar sana, orang-orang bergembira atas penangkapan saya. Juga yang paling bergembira adalah Lintar. Pangkatnya naik setingkat. Suatu kali dia menjenguk saya. Dia tersenyum lebar. Entah untuk apa.

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun