Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kolak Biji Salak

28 Februari 2019   10:00 Diperbarui: 28 Februari 2019   10:06 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Esti masih duduk di kelas enam SD. Tapi dia sudah jago memasak. Hampir setiap pagi dia membantu ibu di dapur. Meski sesekali dilarang ibu, tapi Esti selalu memiliki alasan yang membuat hati ibu luluh. "Esti tak ingin melihat Ibu kecapekan," katanya sambil tersenyum tulus.

Suatu senja, Esti belajar kelompok di rumah Yuni. Setelah satu jam mereka belajar kelompok, ibu Yuni datang dari dapur membawa makanan. "Nah, ini ada makanan buat kalian. Yang rajin ya belajarnya!"

Esti dan teman-temannya bukan main senangnya. Hujan di luar turun rintik-rintik. Dengan makanan yang masih mengebul itu, cukuplah membuat badan hangat. Makanan itu sangat enak. Kalau tak malu, Esti hampir makan dua piring. Timbul niat dalam hati Esti memasak makanan serupa. Bukankah besok ayah ulang tahun? Hmm, pastilah ayah suka makanan itu.

Sebelum pulang belajar kelompok, Esti malu-malu menemui ibu Yuni. "Tante, nama makanan tadi apa, ya? Rasanya kok enak banget!"

 "Oh, itu namanya kolak biji salak. Rasanya memang enak. Kenyal-kenyal. Cara buatnya hampir sama seperti membuat kolak pisang. Bahannya...." Ibu Yuni tak melanjutkan pembicaraannya. Bau gosong dari arah dapur membuatnya harus meninggalkan Esti.

"Kolak biji salak?" gumam Esti kebingungan. "Ah, aku pasti bisa membuatnya!" Dia berlari mengejar teman-temannya yang sedang menunggu angkutan kota di pinggir jalan.

Kebetulan besok paginya tanggal merah. Esti permisi kepada ibu karena mau berbelanja ke pasar. Dia mau membeli bahan-bahan untuk hidangan spesial buat ayah tercinta. 

"Mau masak apa, sih! Nggak boleh lho rahasia-rahasiaan sama Ibu!" seloroh perempuan yang murah senyum itu.

"Pokoknya ada, deh! Rahasia! Ibu kan ada hadiah ulang tahun untuk Ayah! Esti sampai sekarang tak tahu hadiahnya apa. Nah, Esti juga ingin buat kejutan. Ibu tak boleh tahu makanan apa yang akan Esti buat khusus untuk Ayah. Untuk Ibu juga, sih!" katanya sambil tersenyum manja. Ibu gemas memencet pelan hidung Esti.

Pukul sepuluh pagi Esti sudah sibuk di dapur. Karena lagi masak yang rahasia-rahasiaan, terpaksalah ibu mengalah tak masak apa-apa untuk makan siang dan malam. Selain tak ingin membuat anaknya merajuk, si ibu juga sudah memesan makananan katering. 

Setelah shalat dzuhur, seisi rumah berkumpul di meja makan. Esti sudah tak sabar menunggu acara makan siang segera berakhir. Dia takut ada yang mengintip kolak biji salak itu. Ibu sampai heran melihat tingkah Esti. Sebentar-sebentar menyuapkan makanan ke mulutnya. Sebentar-sebentar pula berjalan ke pintu dan melihat ke arah dapur.

"Ayo, makan yang benar, Esti! Ini semua makanan kesukaanmu, kan!" tegur ibu.

Esti meringis. Dia tak berselera makan lagi. Untunglah setengah jam kemudian acara makan-makan selesai. Disambung doa bersama. 

Akhirnya tibalah pemberian hadiah untuk ayah. Pertama hadiah dari ibu, sebuah jam tangan. Ayah meringis. Itu artinya ayah harus ingat waktu untuk keluarga. Kemudian hadiah dari Kak Mimi, sebuah sisir. Semua tertawa. Rambut  ayah selalu kusut karena jarang disisir.  Hadiah dari Bang Bimo lain lagi, sepasang sepatu olah raga. Ayah menggeleng-geleng sambil memegang perutnya yang buncit. Dia memang jarang berolahraga.

Hadiah dari Esti mendapat giliran yang terakhir. Esti berlari ke dapur. Dia mengambil semangkok kolak biji salak dari panci. Pelan-pelan dia menghidangkannya di depan ayah. Lalu, haaap! Ayah mulai menikmati kolak biji salak itu. Tapi, tiba-tiba dia mendelik dan menjerit perlahan.

"Apa ini?" Ayah mengeluarkan sesuatu dari mulutnya. Ibu mengambil dan memperhatikannya. 

"Lho, kau mau masak apaan, Esti?" tanya ibu.

"Kolak biji salak, Bu."

"Ini kan benar-benar biji salak!" Ibu tertawa. Seisi rumah ikut tertawa. Ibu menjelaskan kolak biji salak bukan terbuat dari biji salak benaran. Dia berjanji akan mengajarkan cara membuatnya kepada Esti.

Sementara Esti hanya tertunduk sedih. Ternyata hadiah darinya adalah hadiah terburuk. Kata ayah, "Nggak usah sedih, Esti! Yang penting bukan hadiahnya yang Ayah butuhkan. Tapi perhatian tulus dari kalian. Sekarang Esti harus tersenyum. Di depan ada sepeda untuk Esti sebagai hadiah karena Esti selalu suka membantu Ibu di dapur."

Esti tak lagi bersedih. Dia tertawa bahagia.

---sekian---

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun